3. Memberikan pemberitahuan larangan operasional minimal satu bulan sebelumnya agar pengusaha angkutan bisa mengatur jadwal perjalanan armada mereka.
Selain itu, pemerintah juga didorong untuk mendorong penggunaan angkutan umum bagi pemudik pribadi dan memprioritaskan angkutan barang. Selama masa work from anywhere (WFA) bagi ASN pada 24–27 Maret 2025, harus ada kebijakan yang mengarahkan pemudik untuk menggunakan transportasi publik agar tidak memperparah kemacetan di jalan raya.
*Kesejahteraan Sopir Truk: Masih Terabaikan*
Di tengah ancaman mogok, kesejahteraan sopir truk menjadi persoalan lain yang tidak kunjung terselesaikan. Survei yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan pada 2024 menemukan bahwa:
*Usia rata-rata pengemudi truk berkisar 40–55 tahun.*
Banyak pengemudi yang tidak memiliki Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau SIM sesuai jenis kendaraan yang dikemudikan.
Penghasilan sopir truk berkisar Rp1–4 juta per bulan, masih di bawah upah minimum di berbagai daerah.Pendapatan mereka juga semakin tergerus akibat persaingan tarif dan biaya hidup yang terus meningkat. Dulu, sopir truk masih bisa membayar kenek atau bahkan memiliki kehidupan ekonomi yang lebih baik. Kini, jangankan memiliki pekerja tambahan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga pun semakin sulit.
Ironisnya, meski peran sopir truk sangat krusial dalam distribusi logistik, hingga kini pemerintah belum menetapkan standar minimum upah bagi pengemudi truk. Jika tidak ada kebijakan yang segera dibuat, bukan tidak mungkin mogok massal sopir truk akan terjadi, yang akan berdampak pada distribusi barang secara nasional.
*Kesimpulan: Pemerintah Harus Bertindak Cepat*
Editor : Buliran News