Adalah sebuah jembatan kayu yang memanjang melintasi sebuah rawa yang begitu luas di wilayah wilayah pahandut seberang kota Palangkaraya, diketahui melalui katalog yang ditayangkan Dinas Perkimtan Kota Palangkaraya, nama jalan tersebut adalah jalan Titian Balai Basarah.
Pada akhir tahun 2024, jalan tersebut dibangun jembatan dari kayu sepanjang kurang lebih panjang 178 meter dan lebar 4 meter, dengan nilai Rp. 1.170.758.138 atau satu milyard lebih.Didalam spesifikasinya, tongkat jembatan tersebut menggunakan ulin ukuran 5/10 sebanyak 10M³, Gelagar Kayu Ulin 5/10 sebanyak 8M³, suai Ulin 5/10 sebanyak 12M³ dan lantai kayu Kelas II Benuas sebanyak 953M².
Adapun didalam item belanja yang dirilis pada katalog LKPP untuk paket pekerjaan jembatan tersebut bahwa harga ulin terpasang adalah Rp. 15.327.574 untuk setiap meter kibik, dan harga Benuas terpasang adalah Rp. 480.333 untuk setiap meter kuadrat.Ketika tim dari Media Investigasi Mabes.com dan LSM LIRA Kalteng mengunjungi jembatan tersebut menemukan bahwa lantai yang terpasang diduga banyak menggunakan kayu kelas III jenis rimba campuran, adapun perkiraan bahwa kayu kelas III dimaksud terdiri dari rasak pantai, kapurnaga, dan jenis rimba campuran lainya.
“Bahkan ketika kami hitung, ada lebih dari 600 lembar papan lantai yang menggunakan kayu kelas III dengan panjang 4 meter” ungkap tim dari LSM LIRA Kalteng.“Sehingga diduga lebih dari 50% dari total lantai jembatan diduga terdiri dari kayu kelas III rimba campuran” lanjutnya.
Disamping memeriksa lantai jembatan, tim tersebut juga memeriksa tiang dan suai jembatan.Menurut data yang dirilis LSM LIRA Kalteng, bahwa dalam RAB luas lantai adalah 953M² Ketika dikalikan harga RAB (Rp. 480.333), maka nilai pembayaran adalah Rp. 457.550.634.
"Akan tetapi karena ukuran luas lantai jembatan yang terpasang (lebih kurang) hanya 712M², maka nilai realisasi hanya Rp.341.997.096, jadi kami menduga ada kelebihan pembayaran atas volume lantai jembatan tersebut senilai Rp. 115.553.538,- (Seratus Lima Belas Juta Lima Ratus Lima Puluh Tiga Ribu Lima Ratus Tiga Puluh Delapan Rupiah)” ungkap Tim LSM LIRA Kalteng.Adapun untuk tongkat kayu ulin ukuran 5/10, bahwa didalam RAB termuat volume tongkat adalah sebanyak 10M³. Ketika dikalikan harga RAB (Rp. 15.327.574/ M³) sehingga jumlah pembayaran untuk tongkat (pada RAB) adalah Rp. 158.793.664.
Akan tetapi dilapangan, Tim pemantau menemukan pasangan tongkat dengan panjang rata-rata 2 meter (lebih kurang) sebanyak 350 Pck atau volume 3,5M³. Apabila dikalikan harga RAB, maka jumlah tongkat terpasang hanya senilai Rp.53.646.509.“Sehingga kami juga menduga ada kelebihan pembayaran untuk tongkat sebesar Rp. 61.907.029” lanjut Tim tersebut.
“Selain menghitung volume tongkat dan lantai, kami juga menghitung papan lantai yang diduga diganti dengan papan Kelas III Rimba campuran.Menurut hitungan kami jumlah papan yang diduga Kelas III tersebut berjumlah (lebih kurang) sebanyak 625 lembar dengan panjang 4 m.
Jika diasumsikan bahwa untuk 1 lembar papan tersebut adalah ukuran 20cm dengan panjang 400cm, maka 625 lembar papan yang diduga Kelas III tersebut volumenya adalah 500M².Tinggal dikalikan saja jumlah volume tersebut dengan selisih harga antara kayu kelas II Benuas dan Kayu Kelas III Rimba campuran, maka selisihnya adalah merupakan kelebihan pembayaran atau kerugian negara” ungkap Tim dari LSM LIRA Kalteng tersebut.
Menurut LSM LIRA Kalteng, pihaknya telah melayangkan surat konfirmasi ke Dinas Perkimtan Kota Palangkaraya, akan tetapi sampai saat berita ini diturunkan, pihak dinas masih belum memberikan penjelasan.“Ada 3 temuan yang dalam dugaan kami mengandung unsur kerugian negara, yang pertama kelebihan pembayaran volume papan lantai senilai Rp. 115.553.538,-, kelebihan pembayaran volume tongkat senilai Rp. 61.907.029, dan selisih harga antara papan lantai kayu kelas II dengan kelas III untuk papan lantai yang diduga tidak menggunakan kayu kelas II”
“Adapun untuk dugaan unsur melawan hukum baik meliputi niat, upaya dan atau perbuatan yang selanjutnya dapat menimbulkan kerugian negara, hal itu sepenuhnya kami serahkan ke penegak hukum, yang jelas, sebagaimana perintah Undang-undang Tipikor, bahwa jika masyarakat menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi, dapat melaporkan ke penegak hukum.” Pungkas pimpinan tim dari LSM LIRA Kalteng tersebut.