Sebanyak 70.000-an Pekerja Terancam PHK

Sebanyak 70.000-an Pekerja Terancam PHK
Sebanyak 70.000-an Pekerja Terancam PHK

Buliran, JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor industri diperkirakan bakal terus membesar hingga bisa di atas 70.000 pegawai pada akhir tahun 2024, menurut ekonom dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana.Dia menilai kondisi ini menandakan bahwa "tidak ada bisnis yang aman dari risiko PHK".

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita, menyebut sejak UU Cipta Kerja disahkan pada tahun 2020, belum ada pembukaan pabrik baru yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja."Jadi di mana lapangan pekerjaan yang pemerintah janjikan?"

Sebelumnya Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah PHK dari Januari hingga akhir Agustus mencapai 46.240 pekerja.Meski ada tren kenaikan, tapi Kemnaker berharap angka PHK tidak lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai 64.000.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan dari angka PHK itu paling banyak terjadi di Jawa Tengah. Kemudian disusul Jakarta dan Banten.Putri juga mengatakan ada sekitar 7.400 pekerja di Jakarta yang mengalami PHK pada periode tersebut.

Sedangkan di Jawa Tengah, pekerja yang banyak mengalami PHK di sektor manufaktir, tekstil, hingga industri pengolahan."Manufaktur, tekstil, garmen, alas kaki. [Sementara] kalau di Jakarta kebanyakan [di sektor] jasa. Restoran, kafe, itu jasa banyak," tutur Putri usai rapat kerja dengan Komisi IX di DPR RI.

Adapun di Banten, PHK banyak terjadi di industri petrokomia.Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, berharap angka PHK tahun ini tidak melampaui tahun sebelumnya yang mencapai 64.855 pekerja.

Karenanya Kemnaker, klaim Ida, akan melakukan mitigasi agar gelombang PHK tidak terus bertambah besar.Caranya dengan mempertemukan manajemen dengan pekerja untuk berunding.

Upaya lain adalah membuka lowongan pekerjaan lewat bursa kerja nasional.Ida menyebut ada 178.000 lowongan pekerjaan yang dibuka dalam bursa kerja yang diselenggarakan Kemnaker beberapa waktu lalu.

'Gelombang PHK diperkirakan terus membesar'Tapi Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita, mengatakan harapan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk menekan gelombang PHK sepertinya bakal pupus.

Sebab berdasarkan laporan yang masuk ke KSBI, sudah hampir 50.000 buruh terkena PHK -mayoritas dari industri tekstil dan garmen.Dari ribuan itu, klaimnya, masih sangat banyak yang belum mendapatkan pesangon dengan alasan perusahaan harus membereskan piutangnya terlebih dahulu ke pihak bank.

Baru setelahnya membayar pesangon buruh."Dan yang bikin kesal buruh itu perusahaan ujug-ujug berhenti beroperasi. Seumpama ada pemberitahuan enam bulan sebelumnya kan, buruh bisa negosiasi atau setidaknya mencari pekerjaan baru," ujar Elly seperti dikutip dari BBC News Indonesia.

Elly memperkirakan gelombang PHK tidak akan berhenti.Pengamatannya mulai banyak perusahaan dinyatakan pailit atau akhirnya pindah ke daerah lain yang upah minimumnya lebih kecil.

Dan situasi seperti ini, sebutnya, tak lepas dari UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat memudahkan perusahaan melakukan PHK lantaran tidak ada ketentuan berapa kali PKWT atau status kontrak bisa diperpanjangSelain itu penggunaan tenaga outsourcing atau alih daya juga tak dibatasi pada bagian pekerjaan tertentu.

"Bahkan upah sektoral kan dihapuskan, padahal itu basis yang selama ini menguntungkan buruh."Dia juga menyebut sejak UU Cipta Kerja disahkan pada tahun 2020, belum ada pembukaan pabrik baru yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja.

Kalau pun pemerintah mengeklaim angka pengangguran turun 4,82% pada Februari 2024, itu bukanlah disebabkan adanya lapangan pekerjaan baru, menurut Elly."Para pengangguran beralih jadi pengemudi ojek online, itu kan bukan lapangan kerja... karena mereka enggak ada jaminan sosial, upah minimum, dan enggak ada pesangon," tambahnya. (*/bbc)

Editor : Buliran News
Tag: