BuliranNews - Hari ini, Sabtu (31/7), Google Doodle menampilkan sosok perempuan yang tak biasa. Karena perempuan tersebut memakai pakaian adat berwarna merah muda.Siapa sosok tersebut, dia bernama Sariamin Ismail yang tengah berulang tahun ke 112. Sariamin Ismail adalah seorang pengarang novel yang lahir di Talu, Pasaman, Sumatra Barat pada 31 Juli 1909.
Untuk diketahui, Sariamin Ismail merupakan wanita pertama yang menulis untuk Balai Pustaka dan pelopor angkatan Pujangga Baru. Satu diantara novel terkenal yang lahir dari ujung penanya, berjudul "Kalau Tak Untung" yang dibuat pada tahun 1933. Novel tersebut bercerita tentang seorang perempuan bernama Rasmani.Biografi Sariamin Ismail
Sariamin pada masa kecilnya, diberi nama oleh orang tuanya Basariah, namun karena sering sakit, nama Basariah tersebut diganti dengan nama Sari Amin, kedua kata dipisahkan.Namun perempuan yang juga kerap menggunakan nama Selasih itu, karena jiwa seni yang melekat dan mengalir deras dalam tubuhnya, lalu menggabungkannya menjadi satu yaitu Sariamin.
Tambahan Ismail didapatnya dari nama suaminya yang menikahi Sariamin pada tahun 1941. Ismail sendiri adalah seorang pokrol atau pembela perkara di landraad.Perkenalan keduanya terjadi kantor Ismail di Landraad. Sebab Sariamin harus berurusan dengan Polisi Rahasia Belanda (PID), tidak hanya sekali namun tiga kali.
Kasusnya nyaris sama, yaitu tiga kali terkena delik press dan satu kali terkena "sprek delik" serta pernah membayar denda untuk koran.Harus diakui, tulisan-tulisan Sariamin memang cukup tajam dan pada waktu itu cukup menggelorakan semangat kebangkitan untuk mencapai kemerdekaan.
Kebiasaan menulis yang dimilikinya sejak kecil menjadikannya seorang pengarang besar wanita di zamannya. Sejak berumur sebelas setengah tahun, sudah mulai menulis di buku harian, yang diberinya nama Mijn Vriendin. Dia selalu mencurahkan kesedihan hatinya pada buku harian itu.Pada saat itu, dia adalah murid di Meiijes Normaal School, masih muda, bertubuh kecil, tidak cantik, dan berasal dari kampung kecil.Hal itu menjadikannya selalu bersedih karena tidak ada teman-temannya yang memperhatikan, bahkan dia sering diejek oleh teman-temannya. Kesedihan itulah yang lalu dicurahkan pada buku harian dalam bentuk puisi.Kepandaiannya dalam menulis puisi ini tidak datang begitu saja. Orang yang berjasa menumbuhkan minat dan kemampuannya dalam dunia sastra adalah neneknya.
Neneknya setiap malam menceritakan kepada Sariamin kecil dongeng-dongeng dalam bentuk sajak, seperti Putri Bungsu, Mayang Mengurai, dan Gadis. Selain itu, kehidupan masyarakat desa tempat dia tumbuh besar juga mendukung. Mereka sering mengadakan acara pantun-berpantun dalam berbagai upacara selamatan.Kebiasaan menulis sajak ini diketahui oleh teman-teman dan gurunya. Dia pun kemudian sering diminta oleh gurunya untuk menulis syair lagu atau pun naskah sandiwara.
Pada suatu saat, dia menulis sebuah puisi yang berjudul "Orang Laut". Puisi ini dianggap baik oleh gurunya sehingga dibacakan di setiap kelas. Hal ini menjadikannya dijuluki "cucu Rabindranath Tagore".Lulus dari sekolahnya, dia kemudian menjadi seorang guru. Setelah menjadi guru dia merasakan banyak hal yang perlu dibenahi dalam kehidupan wanita.
Melihat keadaan itu, Sariamin, yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun, mulai menulis beberapa artikel yang berkaitan dengan dunia wanita.Sariamin berpikir bahwa gadis Indonesia sebenarnya tidak harus selalu tinggal di rumah saja sehingga tidak memiliki pengetahuan apa pun. Gadis Indonesia sudah waktunya bergerak untuk mencari pengetahuan dan bekal hidupnya masing-masing. Hal-hal semacam itu yang pertama kali dituliskan oleh Sariamin.
Editor : Buliran News