Waspadai Kecepatan Penurunan Tanah di Jakarta : 10 Tahun ke Depan, Jakarta Bisa Tenggelam

Waspadai Kecepatan Penurunan Tanah di Jakarta : 10 Tahun ke Depan, Jakarta Bisa Tenggelam
Waspadai Kecepatan Penurunan Tanah di Jakarta : 10 Tahun ke Depan, Jakarta Bisa Tenggelam

BuliranNews, JAKARTA - Perubahan iklim yang terjadi dengan cepat, sangat berdampak pada peningkatan permukaan laut dari waktu ke waktu. Hal ini, tentu akan sangat berdampak bagi mereka yang berdomisili di pesisir pantai."Naiknya permukaan laut yang belakanagan ini sampai dua setengah kaki, tentu mengancam kita semua," kata Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dalam pidatonyo terkait perubahan iklim, Kamis (29/7).

Akibatnya kata orang nomor satu di Amerika Serikat itu, jutaan orang akan bermigrasi dari habitat asalnya untuk memperebutkan tanah yang subur."Anda bisa melihat apa yang terjadi di Afrika Utara. Apa yang membuat kita berfikir ini tidak penting? Itu bukan tanggung jawab Anda, tetapi itu adalah sesuatu yang Anda tonton karena Anda tahu apa yang akan terjadi,” papar Biden.

Dalam kesempatan itu, Biden juga menyentil tentang Jakarta. Menurutnya, jika prediksi dan proyeksi para ahli benar, maka dalam 10 tahun ke depan, Indonesia harus memindahkan ibu kotanya dari Jakarta, karena daerah itu akan berada di bawah air..“Ini sangat penting untuk diketahui. Ini pertanyaan strategis sekaligus pertanyaan lingkungan,” paparnya.

Pidato Biden itu memang sudah diperkirakan sejumlah ahli, mereka memperkirakan Jakarta bisa tenggelam pada 2050 jika tidak ada tindakan pencegahan. Selain mengancam keselamatan dan kehidupan, perubahan iklim juga menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan.Sejumlah pakar bahkan memperkirakan sekitar 95% Jakarta Utara akan terendam pada 2050.

Dalam 10 tahun terakhir, permukaan tanah di Jakarta Utara memang mengalami penurunan sebesar 2-2,5 meter. Di beberapa daerah, tanah turun dengan kecepatan 25 cm per tahun.Mengutip laporan Verisk Maplecroft, Jakarta merupakan kota dengan kerugian ekonomi termahal di Asia-Afrika akibat perubahan iklim.

Pada 2023, kerugian diperkirakan mencapai USD233 miliar. Dengan asumsi USD1 setara dengan Rp14.491 kurs Bank Indonesia pada 29 Juli, kerugian mencapai Rp3.231,49 triliun.“Hubungan antara kerentanan akibat perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk sangat kuat. Kota-kota yang paling rentan saat ini kekurangan layanan kesehatan dan sistem mitigasi bencana. Tekanan pada layanan dasar juga semakin besar seiring dengan pertumbuhan populasi,” ungkap laporan itu.

“Dampak perubahan iklim seperti banjir atau badai tropis membawa kerusakan infrastruktur, properti, dan berbagai aset lainnya. Selain itu, ada masalah lain yaitu penyebaran penyakit dan peningkatan kejahatan yang tidak bisa diabaikan,” papar laporan Verisk Maplecroft.Laporan tersebut menempatkan Jakarta sebagai kota dengan risiko lingkungan tertinggi di dunia dengan polusi udara, aktivitas seismik, dan banjir yang semuanya dicatat sebagai risiko.

“Data kami menunjukkan bahwa Jakarta adalah kota paling berisiko dari 414 kota yang kami pantau. Kombinasi polusi, penurunan pasokan air bersih, udara panas, bencana alam, dan risiko perubahan iklim menempatkan Jakarta pada risiko yang sangat tinggi. Risiko ini akan berdampak pada orang, aset, dan operasi bisnis,” ungkap laporan Verisk Maplecroft.(*/sin)

Editor : Buliran News
Tag: