Dan 12 bahasa daerah sudah dinyatakan punah tersebut terdapat di Malauku dan Papua; yakni bahasa Hukumina, Kayeli, Liliali, Mapia, Moksela, Nakaela, Wila, Palumata, Piru, Tandia, Te’un, Tobada, dan bahasa Ternateno (sumber Beritagar.id/Kemendikbud).Namun demikian, ada kecenderungan berkurangnya penutur bahasa Minangkabau karena: pertama, anak Minang yang lahir di Rantau (Ibu dan bapak Minang, ibu Minang bapak nonminang, dan ibu nonminang bapak Minang) tidak lagi/jarang berbahasa Minangkabau. Kedua, banyak anggota komunitas tak lagi menggunakan bahasa daerah di lingkungan keluarga. Salah satu faktor, para ibu tak lagi berbicara dengan anak-anak mereka dalam bahasa ibu di rumah. Anak-anak tak lagi biasa dan bisa menggunakan bahasa daerah. Anak-anak mereka yang berusia 5-25 tahun tidak bisa lagi menggunakan bahasa daerah.
Ketiga, tak ada pelajaran bahasa Minangkabau di bangku pendidikan dasar di Sumatera Barat. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat belum terpikir membuat kebiatan muatan lokal berupa pelajaran bahasa Minangkabau. Keempat, saampai sekarang tidak ada buku pelajaran bahasa Minanagkabau yang jadi acuan anak didik, dan perantau di berbagai kota di Indonesia dan dunia.Dulu, media cetak (Singgalang dan Haluan ) memberi tempat terhadap karya berbahasa Minangkabau: Sekarang Padang Ekspres menyajikan Novel dalam bahasa Minang (Pacar Lamo karya Pinto Janir) dan karya jurnalistik Dulu, media cetak (Singgalang dan Haluan ) memberi tempat terhadap karya berbahasa Minangkabau: Sekarang Padang Ekspres menyajikan Novel dalam bahasa Minang (Pacar Lamo karya Pinto Janir) dan karya jurnalistik berbahasa Minangkabau (laman Artis Minang). Sementara media massa lain seperti radio sangat terbatas menyampaikan informasi dalam bahasa Minangkabau.
Kekhawatiran sejumlah pihak terhadap akan berkurangnya penutur bahasa Minangkabau adalah karena tidak ada satu hari dalam seminggu, anak sekolah wajib berbahasa Minangkabau dan bahasa Mentawai dan menulis dalam bahasa Minangkabau dan bahasa Mentawai, seperti di Jawa Barat. Juga tidak ada pejabat yang berpidato dalam bahasa Minangkabau dan juga bahasa Mentawai.Untuk menggugah rasa ingin tahu dan ingin belajar bahasa Minang bisa dilakukan, misalnya, bagaimana Bandara Internasional Minangkabau (BIM) sebaiknya memberikan informasi/pengumuman melalui pelantang suara dalam bahasa Minangkabau, selain bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Seperti di Bandara Adi Sutjipto, Yogya, yang memakai bahasa Jawa. Malah di Bandara International Dubai, Uni Emirat Arab, ada pengumuman dalam bahasa Jawa halus.
Kondisi lain adalah anak-anak muda/milenial malu berbahasa Minang. Lebih memilih bahasa gaul dan bahasa “campur aduk”; bahasa Indonesia dicampur bahasa Betawi, bahasa Indonesia dicampur bahasa gaul. Bahasa Indonesia dicampur bahasa Minang.Kita berharap ke depan ada upaya pelestarian bahasa Minangkabau melalui karya sastra (puisi, novel, cerita pendek), kecuali teater/randai, rabab, saluang, selawat dulangb yang tetap memakai bahasa Minangkabau. Kalau bisa juga ada film berbahasa Minang. Film India maju dan produktivitasnya tinggi karena menggunakan bahasa daerah (ada sekira 40 bahasa). Jawa Barat dengan film berbahasa Sunda dengan judul Before, Now & Then (Nana), adalah film pertama bahasa daerah yang tembus Festival Film Berlin.
Film-film pendek dalam bahasa Minang hendaknya juga bisa menjadi medium untuk mengajarkan bahasa Minangkabau kepada khalayak. Yang bergerak di media sosial juga bisa membuat konten kreatif berbahasa Minangkabau.Dulu di Universitas Andalas Padang ada Prodi Sastra Daerah, fokusnya masih sangat akademis, lebih kepada mengkaji teks. Belum praktik yang down to earth ke masyarakat. Sekarang entah bagaimana keberadaannya, saya belum sempat mencari tahu.
Fenomena Unik dengan Bahasa MentawaiSaya sejak 30 tahun terakhir, berkali-kali mengunjungu Kabupaten Kepulauan Mentawai, daerah 3T, daerah terdepan Indonesiadi kawasan Samudera Hindia. Terakhir November 2021 dalam kaitannya menulis buku.
Terkait bahasa, saya menemukan fenomena menarik, di daerah yang kaya destinasi wisata berkelas dunia ini. Yaitu bahasa dalam keluarga, komunitas, adalah bahasa ibu, Bahasa Mentawai. Orang non-Mentawai yang lahir dan berusaha/bekerja di Mentawai, belajar bahasa Mentawai hingga fasih. Dan sebaliknya, ada juga orang Mentawai yang paham dan bisa berbahasa Minang. Sebenarnya buku khusus belajar bahasa Mentawai tak ada. Hanya karena intens berkomunikasi di lingkungan masyarakat.Untuk menjaga kelestarian bahasa Mentawai, Balai Bahasa Sumatera Barat telah menerbitkan Kamus Bahasa Mentawai, selain menerbitkan Kamus Bahasa Minangkabau.UU no 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 42, Ayat 2 mengatakan; “Pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa daerah dilakukan bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah kooordinasi Lembaga Bahasa.”Sekarang, mana bentuk kepedulian Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota terhadap bahasa daerah? Kenapa tidak membuat kurikulum lokal dalam bentuk pelajaran bahasa daerah, baik bahasa Minanagkabau mau[un bahasa Mentawai. Ketika di sekolah tak ada pelajaran bahasa Minangkabau dan bahasa Mentawai, kenapa tidak ada upaya inisiasi atau memfasilitasi penerbitan buku pelajaran bahasa Minangkabau dan bahasa Mentawai?
Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat sudah meneliti dan menerbitkan Kamus Bahasa Minangkabau dan Kamus Bahasa Mentawai. Untuk melestarikan bahasa daerah, sebaiknya dua kamus tersebut dicetak ulang dan diperbanyak, dibagikan ke setiap sekolah dan badan publik di Sumatera Barat.Tingkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan bahasa daerah, caranya mungkin menggelar suatu acara, misal lomba berbalas pantun, lomba baca puisi bahasa Minangkabau dan bahasa Mentawai, Lomba cipta puisi bahasa Mentawai dan bahasa Minangkabau, lomba menulis buku berbahasa Minangkabau.
Kita berharap pemerintah memfasilitasi penerbitan dan peluncuran buku-buku dalam bahasa Minangkabau bahasa Mentawai. Baik buku ajar Bahasa Minangkabau maupun buku karya sastra dan pengetahuan adat dalam bahasa Minangkabau. Kemudian tingkatkan dukungan lembaga untuk pelatihan bagi penutur bahasa Minangkanau.Perlu disadari, anak-anak yang tidak diajarkan bahasa daerah akan mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan orang lebih tua. "Karena tidak semua orang di wilayah tertentu menggunakan bahasa Indonesia, terutama (orang) yang berusia lanjut. Selain itu, bahasa daerah dengan berbagai tingkatannya, akan membuat anak belajar sopan santun dengan siapa mereka berbicara. ***
Editor : Buliran News