MASYARAKAT Sumatera Utara terdiri dari etnis yang heterogen dengan populasi mayoritas adalah Suku Batak. Selain itu ada pula Suku Jawa, Nias, Melayu, Tionghoa, Minangkabau, Aceh, dan lain-lain.Suku Batak merupakan suku terbesar di tanah air setelah Suku Jawa. Suku Batak terbagi menjadi 5 sub suku, yaitu Suku Batak Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak. Masing-masing sub suku mempunyai ciri khas tradisi dan budaya yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat kita lihat dari bentuk rumah adat mereka.
Rumah Tradisional Sumatera UtaraSumatera Utara yang terdiri dari masyarakat heterogen menjadikan daerah ini kaya akan unsur percampuran budaya dari beberapa etnis. Suku Batak yang merupakan suku asli terbagi menjadi 5 sub suku dengan ciri masing-masing pada setiap rumah adatnya.
Selain itu, ada pula suku lain yang memberikan warna dalam arsitektur rumah adat Sumatera Utara, seperti suku Nias dan Melayu.1. Rumah Adat Karo
Rumah tradisional Karo berasal dari Suku Batak Karo dan sering disebut sebagai Siwaluh Jabu. Biasanya, Siwaluh Jabu dihuni oleh 8 keluarga sekaligus. Setiap keluarga memiliki peran masing-masing di dalam rumah. Penentuan keluarga mana yang tinggal dalam satu rumah ditentukan melalui hukum adat Batak Karo.
Rumah Siwaluh Jabu memiliki 8 ruangan untuk 8 keluarga. Oleh sebab itu, jumlah dapur di rumah ini pun tidak cukup hanya 1 atau setidaknya terdapat 4 ruang dapur. Secara umum, bangunan adat ini terbagi lagi menjadi Jabu Julu (hulu) dan Jabu Jahe (hilir). Jabu Jahe juga terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Jabu ujung kayu dan Jabu rumah sendipar ujung kayu.Di dalam rumah, jabu dibagi menjadi 2, sehingga terdapat beberapa jabu. Beberapa sebutan untuk setiap jabu antara lain Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu dan Jabu Sedapuren Bena Kayu.
2. Rumah Balai Batak TobaRumah adat yang kedua dari Suku Batak Toba. Rumah ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Jabu Bolon dan Jabu Parsakitan. Keduanya memiliki fungsinya masing-masing. Jabu Parsakitan difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang, serta terkadang digunakan untuk tempat bermusyawarah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat.Sedangkan Jabu Bolon adalah rumah yang dihuni keluarga besar. Bentuknya berupa rumah terbuka yang tidak memiliki sekat, sehingga tidak ada kamar di dalamnya. Seluruh anggota keluarga tinggal dan tidur bersama dalam 1 ruangan. Oleh karena itu, jenis rumah ini juga sering disebut sebagai Rumah Bolon.
Rumah Bolon konon pertama kali didirikan oleh Raja Tuan Rahalim yang dikenal perkasa dan memiliki 24 orang istri. Tidak semua istrinya tinggal di istana, hanya sang permaisuri yang dijuluki sebagai Puang Bolon dan 11 orang selir atau Nasi Puang yang tinggal di istana, beserta 46 orang anak mereka. Istri-istri lainnya yang berjumlah 12 orang tinggal di kampung-kampung yang terletak di sekitar wilayah kerajaan.Rumah Bolon terakhir kali ditempati oleh Tuan Mogang Purba sebagai raja terakhir. Bersamaan dengan kemerdekaan Republik Indonesia maka berakhirlah pula kedaulatan kebanyakan raja-raja di tanah air.
Selanjutnya pada tahun 1961 pewaris Rumah Bolon akhirnya menyerahkan rumah adat ini lengkap dengan perangkatnya kepada Pemerintah Daerah Sumatera Utara. Saat ini bangunan tradisional tersebut menjadi salah satu warisan kebudayaan Sumatera Utara yang sangat berharga.Rumah Bolon terbuat dari kayu dan terbagi menjadi 3 bagian. Ketiganya mencerminkan dimensi dan filosofi yang berbeda, sesuai dengan kepercayaan masyarakat Batak. Bagian pertama adalah atap rumah yang mencerminkan dunia para dewa. Bagian kedua adalah lantai rumah yang mencerminkan dunia manusia. Kemudian bagian ketiga adalah bagian kolong rumah yang mencerminkan dunia setelah kehidupan, alias kematian.
Dari sisi luar, masyarakat Batak menganggap rumah ini menyerupai bentuk seekor kerbau yang sedang berdiri. Tepatnya, rumah ini berstruktur rumah panggung yang dilengkapi dengan beberapa tiang penyangga yang terbuat dari kayu. Pembangunan Rumah Bolon dilakukan secara bergotong-royong.3. Rumah Adat Mandailing
Editor : Buliran News