5 Proyek Penanganan Bencana Alam Ternyata Tidak Dibayar Pemkab Solok

5 Proyek Penanganan Bencana Alam Ternyata Tidak Dibayar Pemkab Solok
5 Proyek Penanganan Bencana Alam Ternyata Tidak Dibayar Pemkab Solok

"Indonesia ini negara hukum, di dalamnya termasuk Kabupaten Solok. Sehingga, apapun persoalan yang timbul, harus mengacu ke regulasi dan hukum yang berlaku di Indonesia. Bukan dengan memberlakukan regulasi dan hukum sendiri berdasarkan suka atau tidak suka. Kontrak yang telah ditandatangani antara Pemkab Solok dan kontraktor, adalah sebuah produk hukum, yang harus ditaati dan dipatuhi sesuai dengan regulasi dan aturan, karena jika tidak dipatuhi, konsekuensinya adalah pelanggaran hukum," tegasnya.Jasnil kembali mengingatkan, bahwa sebagai politisi level nasional, Epyardi Asda semestinya akan sangat memahami aturan dan regulasi. Serta memahami rangkaian proses suatu kegiatan bisa dilakukan di pemerintahan.

 [caption id="attachment_12198" align="alignnone" width="543"] BENCANA ALAM - Jalan yang rusak diterjang bencana alam di Nagari Talang Babungo[/caption]

"Dalam pelaksanaan suatu kegiatan konstruksi ataupun pengadaan barang jasa, tentu melalui proses. Mulai dari pembahasan di tingkat pemerintahan antara eksekutif dan legislatif, berupa usulan kegiatan, sampai kegiatan itu diketok palu dan dianggarkan. Selanjutnya tahap perencanaan di dinas terkait. Kemudian, proses lelang pengadaan barang dan jasa. Setelah ditetapkan pemenang oleh ULP, proses pelaksanaan kegiatan diawali dari kontrak antara dinas terkait dan rekanan pemenang tender. Kemudian pelaksanaan proyek, administrasi, dan perawatan. Jika seluruhnya selesai, kedua belah pihak, harus saling mematuhi perjanjian kontrak tersebut. Termasuk dalam hal pembayaran," ungkapnya.Di tempat terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra ikut angkat bicara terkait tidak dibayarnya proyek pembangunan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) Arosuka, oleh Pemkab Solok, pada kontraktor PT Nabel Utama Karya. Politisi Partai Gerindra tersebut menilai Pemkab Solok telah berbuat aniaya terhadap kontraktor/rekanan yang telah selesai 100 persen mengerjakan proyek tersebut. Dodi mengharapkan agar hal ini jangan sampai membuat iklim iklim investasi di Kabupaten Solok terganggu.

"Jangan menganiaya orang. Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan kewajibannya sesuai kontrak. Artinya, mereka mesti mendapatkan apa yang menjadi haknya. Jika hak mereka tidak dipenuhi, ini akan menjadi preseden buruk terhadap investor dan iklim investasi di Kabupaten Solok. Bahwa ada sebuah proyek yang sudah selesai, tapi tak dibayar," ungkapnya.Dodi Hendra meminta Bupati Solok saat ini, Epyardi Asda, tidak berkilah dengan menyatakan hal ini adalah program dari pemerintahan sebelumnya. Sehingga, dijadikan alasan untuk tidak membayar proyek pembangunan yang sudah selesai tersebut. Dodi menegaskan, kontrak rekanan/kontraktor tersebut adalah dengan Pemkab Solok, bukan dengan pribadi Bupati Solok. Bahkan, Dodi mengingatkan bahwa bupati adalah sebuah jabatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang harus tunduk terhadap regulasi dan aturan.

"Bupati tahun 2021, Bupati tahun 2016, ataupun Bupati tahun 2001, itu sama. Jika pemerintahan di tahun 2001 berutang, lalu ditagih di tahun 2021, maka tetap harus membayar. Kecuali, yang berutang itu pribadi, maka pembayarannya secara pribadi juga. Jadi, jangan berkilah tak mau membayar, dengan beralasan dan mempertanyakan apa urgensi dan manfaat dari proyek itu. Sebab, itu dua masalah yang berbeda. Yang satu masalah aturan, yang satu lagi masalah kebijakan politis," tegasnya.Epyardi: Apa Urgensi dan Manfaat THKW?

Sebelumnya, Bupati Solok, Capt. Epyardi Asda, M.Mar, akhirnya angkat bicara terkait dirinya yang dinilai tidak mau membayar sisa kontrak proyek pengerjaan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) Arosuka, kepada kontraktor PT Nabel Utama Karya. Epyardi menduga, proyek di masa Bupati Solok Gusmal tersebut bermasalah.[caption id="attachment_12200" align="alignnone" width="542"] KANTOR Bupati Kabupaten Solok[/caption]

Menurut Epyardi, dengan permasalahan itu, pihaknya tidak ingin terburu-buru untuk mengambil sikap. Hal itu ditegaskan Epyardi ke sejumlah media online, setelah dirinya diberitakan tidak mau membayar dan mengusir Kuasa Hukum PT Nabel Utama Karya saat menemui dirinya di ruangannya pada Senin (1/10/2021).Bahkan, Epyardi Asda berkilah dan mempertanyakan urgensi proyek THKW yang dikerjakan oleh pemerintahan sebelumnya. Disebutkan Epyardi, masyarakat Kabupaten Solok hidup dengan segala kesusahan, dan mempertanyakan azas manfaat dari THKW tersebut. Epyardi menyatakan akan menyelidiki proyek THKW ini dengan Satgas Evaluasi dan Pengawasan Proyek, bahkan akan melibatkan kepolisian, kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI).

"Ini adalah uang rakyat dan harus jelas kegunaannya. Seperti THKW, apa urgensinya serta apa azas manfaatnya untuk rakyat. Dengan anggaran mencapai puluhan miliar rupiah, sementara rakyat Kabupaten Solok hidup dengan segala kesusahannya. THKW Arosuka adalah proyek yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2019 kenapa dibayarkan pada tahun 2021? Ini ada apa kalau tidak bermasalah. Kita akan selidiki, ada gak permainan disini. Kita akan minta pihak kepolisian, kejaksaan dan bahkan KPK untuk menyelesaikan masalah ini," tegas Bupati. (*/rji)

Editor : Buliran News
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini