Obral Gelar Doktor Honoris Causa Ancam Kebebasan Akademik

Obral Gelar Doktor Honoris Causa Ancam Kebebasan Akademik
Obral Gelar Doktor Honoris Causa Ancam Kebebasan Akademik

Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbudristek, Nizam mengatakan pemberian gelar doktor honoris causa merupakan kewenangan kampus. "Pemberian gelar Dr HC pada dasarnya menjadi kewenangan perguruan tinggi untuk memberikannya," ujar Nizam saat dihubungi Tempo pada Jumat, 22 Oktober 2021.Permenristekdikti Nomor 65 tahun 2016 mengatur bahwa gelar doktor kehormatan merupakan gelar kehormatan yang diberikan oleh perguruan tinggi yang memiliki program doktor dengan peringkat terakreditasi A atau unggul kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau berjasa luar biasa dalam bidang kemanusiaan.

"Kriterianya sudah ada, sementara mekanisme dan reviewnya diatur oleh masing-masing perguruan tinggi," ujar Nizam.Saat ditanya ihwal peran Kemendikbudristek untuk menjaga marwah kampus dalam pemberian gelar kehormatan, Nizam menyebut kementeriannya bisa menegur jika ada pelanggaran. Untuk polemik di UNJ, ia mengaku Kemendikbudristek belum melakukan pendalaman.

Koalisi untuk Kebebasan Akademik mendukung Aliansi Dosen UNJ untuk konsisten menolak rencana pemberian gelar doktor honoris causa kepada pejabat, dalam hal ini Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir.Rencana UNJ menghapus aturan yang melarang pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada pejabat dinilai dapat mengurangi integritas kampus dan menciptakan konflik kepentingan dalam lingkungan perguruan tinggi.

"Upaya penghapusan ketentuan tersebut bukanlah harmonisasi peraturan, melainkan bentuk kejahatan legislasi karena melegitimasi tindakan pelanggaran hukum dengan memanfaatkan kewenangan yang dimiliki," ujar perwakilan koalisi, Dhia Al Uyun.Koalisi untuk Kebebasan Akademik mengingatkan, pasal 62 dan 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memang telah memberikan kewenangan kepada perguruan tinggi untuk melakukan otonomi. Namun, ujar Dhia, otonomi yang diberikan bukanlah otonomi yang mutlak.

"Melainkan otonomi yang bersendikan akuntabilitas publik, pertanggungjawaban, transparansi dan keterbukaan terhadap kritik dan perbaikan institusi pendidikan," demikian pernyataaan koalisi yang terdiri dari 21 organisasi dan 15 individu ini.Adapun pihak UNJ menyatakan perubahan aturan bagian upaya meningkatkan dan memperbarui tata kelola lembaga yang baik lewat harmonisasi. Harmonisasi ini dilakukan bukan untuk memaksakan pemberian gelar doktor kehormatan kepada seseorang. "UNJ berkomitmen untuk selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip integritas, legalitas, transparansi, kepatutan, dan kesetaraan pada setiap aktivitas, termasuk dalam pemberian gelar doktor kehormatan," dalam pernyataan resminya, 18 Oktober lalu. (*/tempo)

Editor : Buliran News
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini