Mereka juga dikenal punya kekuatan finansial dengan menunjuk deretan pelatih lokal berkelas seperti Endang Witarsa dan Harry Tjong. Sayang, Warna Agung harus pamit dari dunia Kulit Bundar Tanah Air usai mengalami konflik internal pada tahun 1995.
Ya, terjadi masalah di internal klub Warna Agung, diduga Endang Witarsa menolak suap yang memang ramai terjadi di Galatama saat itu. Pelatih yang akrab disapa Sang Dokter itu pun memilih undur diri.Pengunduran diri Endang Witarsa menjadi awal mula keterpurukan Warna Agung. Sempat mengikuti Ligina (peleburan Galatama dan Perserikatan) musim perdana, Warna Agung lenyap begitu saja dan kini tinggal nama.
Arseto SoloArseto Solo bisa dibilang merupakan klub kebanggaan kota Solo, Jawa Tengah pada era sepak bola Indonesia tahun 1990-an. Berawal dari tahun 1978, Arseto pertama kali didirikan oleh salah satu putra Soeharto, Sigid Harjoyudanto. Awalnya, klub ini mewakili Jakarta di berbagai kompetisi kala itu.
Namun, sejak tahun 1983, Arseto pun akhirnya 'dipindahkan' ke Solo, Jawa Tengah, seiring dengan peresmian Hari Olahraga Nasional di Stadion Sriwedari, Solo, pada 9 September oleh Soeharto.
Bisa dikatakan, puncak dari kejayaan klub berjuluk The Cannon ini pada tahun 1992, ketika Arseto berhasil menjuarai kompetisi Galatama, serta berhasil melaju ke putaran ketujuh Liga Champions Asia satu tahun berselang.Selain dikenal akan prestasinya, Arseto juga dikenal sebagai salah satu klub pengorbit pemain-pemain bintang. Sebut saja, Ricky Yacobi, Eduard Tjong, Rochy Putiray, Nova Arianto hingga Miro Baldo Bento pernah berseragam Arseto.
Sayang, perjalanan Arseto di kancah sepak bola Tanah Air harus berakhir seiring turunnya Soeharto dari kursi nomor satu di Indonesia tahun 1998.Ya, Soeharto dan Arseto bak simbiosis mutualisme dalam sepak bola. Keduanya saling membutuhkan, dan juga saling melengkapi. Arseto bisa dibilang sebagai kekuatan keluarga Cendana di dunia olahraga.
Krama Yudha Tiga BerlianDua musim beruntun Galatama, tepatnya di tahun 1985 hingga 1987, bisa dilihat sedigdaya apa Krama Yudha Tiga Berlian. Klub yang awalnya berdomisili di Palembang ini dibentuk oleh tokoh sepak bola dan juga pengusaha, Sjarnoebi Said.KTB memang dikenal sangat kuat di era kejayaannya, bahkan striker legendaris Timnas Indonesia, Bambang Nurdiansyah pernah membela dan mengantarkan klub ini menjadi juara pada musim 1985.
Sayang, lagi-lagi masalah finansial menjadi sandungan KTB untuk tetap eksis. Sempat menunggak gaji para pemain namun mampu melunasinya, KTB memilih bubar saat paruh kedua Galatama musim 1991/1992.Sempat mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional seperti ajang Asian Club Championship di Arab Saudi dan menyabet tempat ketiga terbaik, KTB kini hanya tinggal nama dalam sejarah sepak bola Indonesia. ***
Editor : Buliran News