Selain pantai, banyak tempat untuk dikunjungi di sekitarnya. Kepulauan Togean berada di zona garis Wallace dan Weber—batas wilayah hewan Asia dan Australasia—yang membuat isi laut dan hutannya paling beragam di dunia. Lautnya adalah wilayah segitiga terumbu karang yang memanjang dari Australia, Laut Jawa, hingga perairan Filipina di Pasifik.Pertemuan gunung-gunung bawah laut itu membuat Togean menyimpan empat jenis karang yang tak terdapat di laut mana pun di dunia: atol, karang benteng, karang tepi, dan karang tompok. Karang-karang beraneka bentuk dan warna itu menjadi rumah berbagai jenis ikan yang hidup di laut tropis dan subtropis. Di Batu Lemboto, ada gugusan karang yang terlihat seperti penyu raksasa sedang berenang di dasar laut.
Dua jam naik perahu motor dari Kadidiri, di Malenge ada atol warna-warni di kedalaman sepuluh meter yang masih bisa terlihat dari atas perahu. Karang-karang itu terlingkung oleh karang cincin yang pucuk-pucuknya menyembul di permukaan laut jika air surut. Nelayan Suku Bajo yang hidup di pulau-pulau sekitarnya mendirikan saung-saung untuk singgah berteduh dari hujan dan badai.Tak jauh dari Malenge, ada atol lain yang hanya terpisahkan oleh dinding karang setebal satu meter dari laut induknya. Di Danau Mariona yang asin ini, hidup ubur-ubur cokelat, putih, merah, dan biru. Kita bisa berenang bersama mereka tanpa takut tersengat.
Seperti di Pulau Derawan, Kalimantan Timur, ubur-ubur di Malenge tak punya racun yang mematikan. Bedanya, di laut Derawan hanya hidup ubur-ubur merah. "Di dalam danau jumlahnya banyak sekali," kata Max Berger, turis Jerman.Dinding karang bawah laut Malenge memisahkan perairan dangkal dan dalam sehingga biru-hijau air lautnya terlihat kentara dari udara. Ombak di sini lumayan besar ketika hari beranjak malam.
"Arus bawahnya deras sekali," ujar Zulkifli Labano, nelayan Wakai yang mengantar kami ke sana. Hanya nelayan Bajo yang terlatih melaut sejak lahir yang bisa mengarungi gelombangnya. Maka Max Berger beruntung karena ia bisa melihat hiu kepala martil sebesar paha di perbatasan atol itu.Permukiman Suku Bajo
Orang-orang Suku Bajo tinggal di pulau-pulau kecil di laut Togean. Mereka membangun rumah kayu bertiang tinggi di atas air. Anak-anak menjadikan laut sebagai halaman rumah untuk bermain. Bocah dua tahun dengan ringan melompat dari teras rumah mereka ke laut sedalam tiga meter yang di dasarnya hidup pelbagai jenis anemon, ular, dan bulu babi.Di beberapa pulau, orang-orang Bajo tinggal bercampur dengan suku lain: Bugis, Makassar, dan Wakai. Hanya di Pulau Kabalutan mereka tinggal sendiri. Orang Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina Selatan yang hidup nomaden di laut. Pelayaran sejak ratusan tahun silam itu membawa mereka ke perairan Sulawesi hingga Lombok dengan mendirikan kampung besar bernama Labuan Bajo.
Hanya sedikit orang Bajo yang paham asal-usul mereka, bahkan penduduk paling tua sekalipun. Biasanya generasi sekarang hanya tahu ayah-ibu mereka berasal dari kampung Bajo lain di pulau lain sekitar Sulawesi dan Maluku. Tak satu pun menyebut Sulu. "Yang saya tahu, nenek moyang kami dari Pulau Banggai di dekat Luwuk," kata Tinur Munggong, laki-laki 60 tahun yang tinggal di Pulau Salaka.Atraksi orang Bajo menjala ikan dengan menebarkan jaring lalu menepuk laut secara beramai-ramai adalah tontonan yang mengasyikkan. Juga pemancing gurita yang hanya bertelekan sampan, sementara separuh badan dan kepalanya menyelam di air. Pemanah ikan adalah cerita paling eksotis dari orang Bajo. Mereka bisa menyelam lima-sepuluh menit, bahkan berjalan di dasar laut hanya memakai kacamata, lalu membokong barakuda, ikan ganas dan trengginas, di kedalaman 30 meter.Di Pulau Papan, yang dihuni 162 keluarga suku Bajo, ada jembatan kayu yang meliuk sepanjang satu kilometer menjadi penghubung ke Pulau Malenge, yang menjadi pusat kelurahan. Suku Bajo yang sudah kawin-mawin dengan orang lokal mulai hidup di darat dengan bersekolah dan berbelanja di pasar. Bahkan mereka sudah mengenal politik. Semua kampung Bajo kotor oleh poster calon anggota legislatif yang memajang foto narsisistik dan bujukan untuk dipilih di hari pemilihan pada 2014.Setelah mengelilingi kampung Bajo, para turis berburu kemegahan laut dengan menyelam. Banyak spot yang keindahan lautnya masih perawan dibanding Bunaken atau Wakatobi. Salah satunya Pulau Una-Una. Juga bangkai kapal pengebom Amerika Serikat yang ditembak pasukan Jepang pada 1945 dan karam di kedalaman 40 meter. Bangkai pesawat itu masih utuh dan menjadi tempat bermukim aneka karang dan jutaan ikan.
Menurut Nick Cormack, instruktur menyelam Black Marlin asal Irlandia Utara, topografi Togean berbeda dengan Bunaken, Wakatobi, atau Lembeh. Sementara dasar laut Bunaken curam karena banyak lembah dan dinding gunung karang, Togean lebih landai sehingga para penyelam bisa menikmati tekstur laut dari dangkal ke dalam secara bertahap.Keindahan bawah laut Togean yang menyimpan hewan langka kuda laut terancam oleh bom. Para nelayan sering curi-curi kesempatan meledakkan dinamit untuk menjaring ikan. Pemilik penginapan, seperti Yani Tahir, mesti membuat perjanjian dengan nelayan di kampung sekitar agar mereka tak mengebom laut. "Kalau dibom, karang jadi rusak. Penyelam mau mencari apa lagi?" ujar Yani.
Laut Togean terlalu indah untuk dirusak—bila tak dijaga secara serius atas nama mata pencarian rakyat. Selain berenang dan menyelam, menikmati laut Togean bahkan bisa hanya dengan mengayuh kayak ke tengahnya untuk merengkuh keheningan, di bawah senja merah yang menembus karang dan memantulkan warna-warni ikan. ***
Editor : Buliran News