Afghanistan Makin Parah, Anak Perempuan Pun Terpaksa ‘Dijual’

, – Prediksi akan terjadinya krisis pangan akut dan berkepanjangan di akhirnya menjadi kenyataan, bahkan mungkin lebih parah dari yang diperkirakan. Khusus bagi anak-anak, mereka tidak hanya bisa mati tetapi juga terancam “dijual” oleh keluarga demi memenuhi kebutuhan pangan.

Parwana Malik (9) contohnya, gadis cantik yang masih menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman-temannya, terpaksa harus dinikahkan orang tuanya dengan Qorban, pria berusia 55 tahun. Ini terjadi sejak 24 Oktober lalu.

Sebagai pengantin anak, Parwana diberi ‘mahar’ 200.000 Afghan (sekitar US$ 2.200 atau Rp 31,3 juta, asumsi Rp 14.200/US$). Bukan hanya uang, mahar berbentuk domba, tanah, dan uang tunai.

Parwana mengatakan Qorban adalah “seorang lelaki tua” dengan alis putih dan janggut putih tebal. Dia khawatir Qorban akan memukulnya dan memaksanya untuk di rumahnya.

“Ini adalah pengantinmu. Tolong jaga dia, kamu bertanggung jawab untuknya sekarang, tolong jangan pukul dia,” seperti dikutip dari laman CNN International ketika Parwana Abdul Malik memberikannya ke Qorban.

Abdul Malik, mengatakan tidak bisa tidur di malam hari. Menjelang penjualan, dia mengatakan merasa “hancur” dengan rasa bersalah, malu dan khawatir.

Tetapi mereka tidak punya pilihan lain jika masih ingin memberi makan keluarganya. Malik sudah pernah melakukan perjalanan ke ibu kota provinsi Qala-e-Naw untuk mencari pekerjaan yang tidak berhasil.

Dia bahkan meminjam banyak uang dari kerabat. Istrinya terpaksa mengemis penduduk kamp lain untuk makanan.

“Kami adalah delapan anggota keluarga. Saya harus menjual untuk menjaga anggota keluarga lainnya tetap hidup,” katanya, menambahkan uang hasil penjualan Parwana hanya akan menghidupi keluarga selama beberapa bulan, sebelum Malik harus mencari solusi lain.

Baca Juga   Mengenal Djibouti, Negara Mungil Mayoritas Muslim yang Jadi Markas Militer 5 Negara

Nasib serupa juga menimpa Magul, 10 tahun, di provinsi tetangga Ghor. Dia menangis setiap hari menjelang hari ia akan diberikan ke seorang pria berusia 70 tahun untuk melunasi keluarganya.

Orang tuanya telah meminjam 200.000 Afghan (US$ 2.200) dari tetangga di desa mereka. Namun tanpa pekerjaan atau tabungan, mereka tidak memiliki cara untuk mengembalikan uang itu.

Peminjam menyeret ayah Magul, Ibrahim, ke penjara Taliba. Ibrahim berjanji kepada pembeli bahwa dia akan membayar dalam sebulan. Tapi sekarang waktunya sudah habis.

“Saya tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan jika aku tidak memberinya anak perempuanku, dia akan mengambilnya,” kata Ibrahim.

Krisis ini sebenarnya sudah diprediksi. memperingatkan negara yang sudah tidak stabil itu akan menghadapi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

“Musim dingin ini, jutaan warga Afghanistan akan dipaksa untuk memilih antara migrasi dan kelaparan kecuali kita dapat meningkatkan bantuan penyelamatan jiwa kita,” kata Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP), David Beasley, dikutip dari AFP Oktober lalu.

Krisis pangan di Afghanistan bahkan dikatakan sudah dalam skala lebih besar daripada yang dihadapi Yaman atau Suriah. Situasi ini juga lebih buruk daripada keadaan darurat kerawanan pangan di Republik Demokratik Kongo.

Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh WFP dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), satu dari dua warga Afghanistan menghadapi “krisis” Fase 3 atau Fase 4 “darurat” kekurangan pangan. Fase 4 adalah satu langkah di bawah kelaparan dan Afghanistan diperkirakan akan menghadapi musim dingin terburuk dalam satu dekade terakhir. (*/sef)