SAGU telah sekian lama dikenal sebagai makanan pokok masyarakat Papua. Pohon sagu pun banyak ditemui di wilayah Indonesia timur tersebut. Penganan olahan berbahan dasar sagu pasti tak asing bagi dunia kuliner saat ini yang diolah menjadi berbagai varian, seperti kue kering atau sagu bakar yang biasanya disantap dengan makanan berkuah.
Di Serui, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Yapen, sagu bakar memiliki tiga rasa yang berbeda. Uniknya, rasa gurih dan rasa asli sagu itu tidak hilang meski diolah dengan cara tersebut.
Sagu bakar dengan rasa gula merah, kacang, dan original yang dicampur dengan kelapa mendominasi sagu bakar daerah tersebut yang selalu diburu oleh wisatawan.
Cita rasa berbeda itu, memang sengaja dihadirkan agar makan sagu bakar tidak membosankan. Agar makanan khas Papua itu bisa dikenal hingga daerah luar.
Adonan sagu bakar yang dihasilkan masyarakat setempat, merupakan resep turun temurun di masyarakat Papua. Dan ternyata, masih mampu memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakat yang membuatnya.
Mengolah sagu menjadi sagu bakar, semua dilakukan dengan cara yang masih trasisional. Mulai dari menyaring sagu mentah, menyampur bahan sagu bakar, hingga memasak sagu dengan cara yang masih menggunakan tungku api dan alat masak yang di sebut forno atau sejenis tembikar berbentuk kotak-kotak yang terbuat dari tanah liat.
Menurut masyarata setempat, citarasa sagu memang terasa lebih nikmat dengan menggunakan tungku. Rasa dan aromanya lebih terasa, dibandingkan memakai kompor minyak tanah. Apalagi masak sagu bakar dengan tungku lebih cepat masaknya.***