KEHADIRAN Partai Ummat, menambah ramai persaingan politik Indonesia pada Pemilu Legislatif mendatang. Meski keabsahannya sebagai partai politik baru saja diakui negara melalui surat Kemenkumham bernomor : M.HH.Kep.13.AH.11.01 bertanggal 20 Agustus 2021 kemarin, namun sesungguhnya kepak sayap partai ini telah mulai dikembangkan sejak pertengahan Ramadhan 1442 H lalu atau 29 April 2021.
Partai Ummat, dilihat dari segi umur memang baru seumur jagung, namun demikian jangan ragukan orang-orang yang berada di palik layar partai dengan warna dominan hitam dan kuning emas itu.
Siapa yang tidak kenal aktor utama kelahiran Partai Ummat, Prof DR HM Amien Rais, mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang juga deklarator kehadiran Partai Amanat Nasional (PAN) di Bumi Indonesia.
Tentu menarik disimak, apa yang bisa diperbuat oleh Partai Ummat. Sebab sebagai partai yang dilahirkan karena adanya sedikit perbedaan dengan PAN, pastinya organisasi keagamaan Muhammadiyah akan menjadi sandaran bagi Partaii Ummat dan juga PAN untuk mereaup suara.
Walau sedikit limbung dengan mundurnya Agung Mozin yang juga seorang deklarator dari Partai Ummat dan meninggalnya H Sugeng, namun diyakini Partai Ummat akan tetap mampu menunjukkan tajinya.
Namun jika basis massa Muhammadiyah masih diambil oleh PAN, maka Partai Ummat akan kesulitan untuk bisa bersaing. Tetapi kalau Partai Ummat bisa mengambil basis massa PAN, maka sebaliknya bisa bersaing dengan partai-partai baru yang lain termasuk partai yang sudah ada sebelumnya.
Walau bisa mendapat simpati dari warga Muhammadiyah, namun akan sulit bagi Partai Ummat untuk menjangkau basis massa umat Islam lainnya. Pasalnya, suara umat Islam sendiri sudah terfragmentasi ke sejumlah partai politik lainnya. Tentunya ini menjadi perhatian bagi Partai Ummat.
Kelompok alumni 212 bisa saja jadi kekuatan dari Partai Ummat. Namun sejauh ini masih sulit diketahui jumlahnya. Apalagi, banyak diantara alumni 212 yang telah terbagi ke banyak partai dan dukungan.
Jadi, kalau bisa bersaing ya harus mencari basis massa yang jelas. Kalau tidak bisa diukur basis massanya agak sulit untuk bisa mengukur tingkat keberhasilannya,
Sebagai partai baru, Partai Ummat perlu bekerja keras. Sebab, untuk masuk ke Senayan dibutuhkan suara yang tidak sedikit. Dengan acuan parliementary treshold 4% saja, tentunya akan sangat menyulitkan partai-partai baru. Karena pengamana menunjukkan, partai yang telah eksis dengan dukungan modal besar pun, banyak yang terjerembab dengan syarat minimal itu. Sebutlah Hanura, Perindo, PBB, PSI dan Berkarya.
Kalau Partai Ummat bisa mengambil basis massa suara Muhammadiyah, maka potensi untuk besar dan melaju akan sangat besar. Namun sebaliknya kalau Muhammdiyah tak bisa digenggam, Partai Ummat langkahnya akan tersendat, karena kuncinya ada di sana.
Bagi PAN sendiri, kehadiran Partai Ummat akan menjadi ujian bagi partai berlambang matahari terbit ini untuk tetap survive. Sebab, berbeda dengan Partai Matahari Bangsa (PMB) yang sama-sama memperebutkan Muhammdiyah pada Pemilu 2009 dengan ketua umum mantan ketua PP Muhammdiyah, Imam Addaruqutni, maka daya ledak Partai Ummat diyakini akan lebih besar.
Tak pelak, nama besar Amien Rais yang juga deklarator PAN dan juga mantan ketua umum PP Muhammadiyah dipertaruhkan dalam kontestasi untuk merebut hati warga Muhamadiyah dari Sabang hingga ke Merauke.
Sebagaimana halnya PKB dengan Nahdlatul yang menjadi basis massanya, maka saat ini Muhammadiyah pun diharapkan kedua partai menjadi grass root utama.
Jadi dengan kata lain, siapa yang bisa merebut hati Muhammadiyah dan basis massanya, maka dialah yang akan bisa bersaing dalam beratnya pertarungan politik ke depan.
Meski sejauh ini, Muhammdiyah menyikapi kehadiran Partai Ummat dengan biasa-biasa saja, namun tak ada yang memungkiri kalau Muhammadiyah dari dulu punya bargaining yang tinggi pada siapapun. Dan tentunya, Muhammadiyah telah punya pilihan sendiri, entah itu PAN atau Partai Ummat atau bisa juga partai lainnya. **
- Penulis Dr Ujang Komaruddin
- Pengamat politik Universitas Al-Azhar