Telaah  

Gatot Nurmantyo, Antara Partai & Elektabilitas

JENDERAL (Pur) Gatot Nurmantyo, termasuk satu dari sejumlah nama yang dijagokan dan diinginkan masyarakat untuk menjadi pemimpin Indonesia ke depan. Reputasi, prestasi dan nama besar Putera Tegal kelahiran 13 Maret 1960 ini tentunya tak ada yang meragukannya.

Namun sayang, pasca pensiun dari kedinasan TNI dengan jabatan terakhir , Gatot Nurmantyo tak lagi banyak diberitakan. Selain dukungan terhadap Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) beberapa waktu lalu, Jenderal Gatot nyaris raib bak ditelan bumi.

Meski tak banyak bersuara, meski tak banyak terberita dan meski tak banyak terlibat dalam gempita perpolitikan dalam negeri, namun suami dari Enny Trimurti ini tetap saja diperbincangkan banyak pihak.

Ya, sebagai tentara dengan beragam ilmu dan pengalaman, tentunya Gatot dianggap cakap untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Namun, harapan dan keinginan itu tentunya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Alumnus Akademi Militer tahun 1982 itu, tentunya membutuhkan perahu untuk bisa ditahbiskan menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Perahu tersebut berupa dukungan dari partai dengan jumlah kursi minimal 20 % di parlemen sebagaimana aturan yang berlaku dan disepakati para selama ini. Perahu kedua tentu saja persoalan elektabilitas yang harus terus melambung.

Elektabilitas sepertinya bukan masalah bagi tiga anak ini, sebab hampir tak ada yang tak mengenal namanya. Jenderal Gatot termasuk satu dari sedikit panglima TNI yang sangat dekat dan akrab dengan masyarakat. Tegas, berkomitmen, pro rakyat dan agamis.

Selain cerdas, Gatot Nurmantyo pun bisa memahami persoalan bangsa dengan cermat. Apalagi, pengalamannya menjadi prajurit TNI, membuat Gatot Nurmantyo benar-benar mengerti akan persoalan bangsa dan tentunya teritori Indonesia.

Baca Juga   Partai Ummat, PAN dan Muhammadiyah

Nama Gatot Nurmantyo, tentunya bukan nama kecil bagi Indonesia. Dia adalah tipikal yang sangat cocok menjadi nahkoda di republik ini.

Namun kembali kepada dua perahu di atas, Gatot Nurmantyo juga harus bisa mendapatkannya. Mumpung waktu masih ada, tentu kesempatan Jenderal Gatot untuk masuk ke panggung masih terbuka.

Sebab, kalau hanya mengandalkan elektabilitas tanpa memiliki perahu tentu akan menjadi ganjalan. Apalagi kalau keduanya tidak dimiliki, tentu masalahnya akan semakin besar.

Untuk itu, Jenderal Gatot harus bergerak cepat sebagaimana prajurit tempur bergerak dalam . Dia harus mendapatkan dukungan politik berupa partai dan tentunya juga dukungan dari masyarakat Indonesia.

Kalau kedua hal itu urung didapatkannya, Jenderal Gatot Nurmantyo akan sulit untuk mendapat tempat di panggung perpolitikan negeri ini. Dan tentunya Jenderal Gatot hanya bisa menjadi pemimpin di hati masyarakat tanpa tpngkat bernama Presiden. ***

* Penulis : Dr , M.Si
** Penulis Adalah Staff Khusus Ketua dan Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia serta Direktur Eksekutif Indonesia Political Review