Gawat ! Dari Penelitian, 20 Persen Pasien Covid-19 Alami Gangguan Saraf

This photo taken on March 6, 2020 shows medical staff checking on a COVID-19 coronavirus patient at the Red Cross hospital in Wuhan in China's central Hubei province. - China on March 7 reported 28 new deaths from the COVID-19 coronavirus outbreak, bringing the nationwide toll to 3,070. (Photo by STR / AFP) / China OUT

SEJUMLAH yang dilakukan para ahli, infeksi virus tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak. Sebuah penelitian di Meksiko menunjukkan dari 370 pasien yang dirawat, sekitar 20 persen mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, anosmia, ageusia dan gangguan neurologis lainnya.

Selain itu, penelitian dari Oxford memperlihatkan, dari 236.379 pasien yang didiagnosis -19, sebanyak 33,62 persennya mengalami gangguan neurologis dan psikiatris dalam 6 bulan setelahnya. Secara khusus pada saraf, virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 bisa mengenai daerah itu secara langsung dan tak langsung.

“Secara langsung yaitu virus yang berada pada ujung-ujung saraf, misalnya saraf pada hidung, lidah, , usus, lalu ke otak. Pada jalur yang tidak langsung, saraf bisa terkena akibat respon tubuh melawan virus, virus di dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh dan bisa masuk ke otak,” ujar Dokter spesialis saraf sekaligus Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI, dr. Ramdinal Aviesena Zairinal, SpS, dalam keterangannya, seperti dikutip dari laman republika, Selasa (17/8).

Pada kondisi awal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara pada kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang. Oleh karena itu, menurut Ramdinal, pasien perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang lebih parah.

Dia dan tim pernah melakukan penelitian terkait gangguan saraf pada penderita COVID-19 di RSUI dan RSCM. Mereka menemukan, dari 227 pasien, terdapat beberapa pasien yang mengalami gangguan saraf dengan gejala, antara lain penurunan kesadaran (59 kasus), stroke (58 kasus), pingsan (46 kasus), kejang (28 kasus), sakit kepala (22 kasus), infeksi otak (16 kasus), serta gangguan penciuman atau pengecapan (8 kasus).

Baca Juga   Ingin Terhindar dari Kanker? Hindari Daftar Makanan Berikut

Sementara untuk angka selama perawatan di rumah sakit yakni sebesar 48,5 persen atau 110 dari 227 pasien. Hal ini karena pasien yang dirawat kebanyakan bergejala berat dan juga memiliki gangguan saraf berat.

Sebenarnya, bukan hanya COVID-19, yang menjadi faktor risiko gangguan kognitif. Gaya hidup tak seperti kurang , makan makanan yang tidak bergizi seimbang, mengonsumsi dan merokok juga bisa menjadi penyebab masalah ini.

Di samping itu, ada faktor risiko lain yakni memiliki masalah medis yang sudah ada sebelumnya terutama berhubungan dengan otak, diabetes, kelainan pembuluh darah, , serta tekanan darah tinggi. (*/rpl)