“Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki,”
DEMIKIANÂ penggalan kalimat yang terlontar dari salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia yang juga wakil presiden pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta atau akrab dikenal dengan Bung Hatta.
Bung Hatta yang lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 12 Agustus 1902 memang dikenal jujur, salah satu sifat yang patut diteladani dari sang proklamator bagi bangsa ini.
Bung Hatta dikenal sebagai tokoh yang hidup sarat dengan nilai-nilai kebaikan. Beliau pemimpin yang jujur, sederhana, tekun, dan tidak kenal kompromi. Antara apa yang diucapkan dengan yang dilakukan selaras. Hatta bukan tipe pemimpin yang hanya memperkaya diri dan keluarga. Baginya, kepentingan negara lebih utama.
Ada sebuah pelajaran menarik mengenai bagaimana Bung Hatta teguh dengan kejujurannya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1950-an. Saat itu beliau masih menjabat sebagai wakil presiden. Saat itu, istri Hatta, Rahmi Rachim, sedang berjuang keras menabung karena berniat untuk membeli sebuah mesin jahit.
Beliau menolak ketika ditawarkan menjadi Komisaris diperusahaan perusahaan besar, juga menolak sebuah posisi penting yang ditawarkan oleh Bank Dunia, saking cintanya kepada bangsa dan negara Republik ini.
Saat pensiun ia sangat kesulitan dalam ekonomi, karena pensiun yang diterima hanya sebesar Rp 3000, namun Bung Hatta tetap tekun dan setia walaupun sering terlambat membayar tagihan listrik .
Ketika masih menjabat pun banyak gajinya digunakan untuk membeli buku, karena itulah jendela dunia untuknya.
Inilah yang membuat saya tertarik untuk menulis sekelumit dari kisah Tokoh Proklamator yang jarang dibaca atau dilirik oleh orang, Bung Hatta yang hidup sangat sederhana ini pernah kunjungan keluar negeri, dia sangat tertarik dan ingin memiliki sepatu Belly yang sangat bagus terpampang dalam kaca disebuah toko disana, apa daya karena tak memiliki uang cukup, tak mampu membelinya, akhirnya iklan sepatu belly ini diguntingnya dan ditaruh pada dompetnya.
Asisten beliau sangat mengetahui hal ini, jika saja dia menggunakan kekuasaannya, maka dengan mudah akan dimilikinya.
Hingga beliau menutup mata, sepatu tersebut tidak bisa dibelinya, dan guntingan iklan itu masih ada didompetnya.
Pertanyaannya, adakah pejabat kita yang memiliki sifat seperti Tokoh Proklamator ini, atau paling tidak mendekatinya disaat ini terlebih disaat pandemi yang belum juga berakhir ??, ***