Rp 18,6 Triliun, Uang Negara Disikat Koruptor Sepanjang 2020

, JAKARTA – Sepanjang tahun 2020, keuangan negara disikat sebanyak Rp 18,6 triliun oleh para koruptor. , nampaknya tak menjadi penghalang buat mereka untuk menangguk keuntungan. Indonesia Corruption Watch () mencatat, terdapat penindakan 444 kasus korupsi sepanjang 2020. Dari ratusan kasus tersebut, tersangkanya berjumlah 875 orang.

“Paling tidak ada 444 kasus korupsi yang ditindak oleh penegak sepanjang tahun 2020 dengan tersangkanya 875 orang, kerugian negara sekitar Rp 18,6 triliun,” ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Siti Juliantari dalam diskusi publik secara daring, Minggu (15/8).

Dalam paparannya, Siti Juliantari juga mengungkapkan, selain kasus korupsi, Indonesia juga dibebankan oleh kasus suap senilai Rp 86,5 miliar dan pungutan liar senilai Rp 5,2 miliar. Aparat penegak hukum menindak sebagian besar kasus korupsi tersebut dengan menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU ).

Pasal 2 menjerat setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain/korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Sementara, Pasal 3 menjerat setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.

“Pasal 2 dan 3 ini secara jelas di pasal ini disebutkan bahwa perbuatannya itu memperkaya atau menguntungkan diri sendiri. Jadi, di situ ada kepentingan pribadi maupun kelompoknya,” ujar Juliantari.

Di pasal-pasal lainnya pada UU Tipikor pun menyiratkan adanya konflik kepentingan pada tindakan korupsi. Menurut Juliantari, tindakan korupsi selalu membutuhkan konflik kepentingan, meskipun konflik kepentingan tidak selalu menyebabkan korupsi.

Dia menjelaskan, konflik kepentingan berujung pada korupsi jika tidak dikelola. Konflik kepentingan perlu dikelola secara transparan dan akuntabel agar publik dapat mengawasi para pejabat dan memastikan segala kebijakan dikeluarkan demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan dirinya maupun kelompoknya.

Baca Juga   Hanya 30 persen Kasus Kekerasan Seksual yang Diproses

Sebab, kepentingan pribadi mempengaruhi, mendominasi, bahkan menyingkirkan kepentingan publik. Para pejabat dapat menyalahgunakan dan kewenangannya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

“Bagaimana kemudian dia terlihat lebih loyal terhadap partai politiknya, mendukung partai politiknya, dianggap setia dengan atau bahkan dianggap membantu teman untuk memenangkan atau untuk kemenangan dalam kongres-kongres partai politik itu,” kata Juliantari.

Pada masa pandemi -19 ini, ICW mengkritisi beberapa kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pertama, kartu prakerja dengan adanya staf khusus presiden yang memiliki kegiatan usaha terlibat dalam program itu.

Selain itu, kondisi pandemi Covid-19 membuat proses pengadaan barang/jasa harus cepat. Proses pemilihan seperti tender yang tidak dilalui karena situasi darurat justru dimanfaatkan sejumlah pihak dengan tidak adanya keterbukaan proses pemilihan vendor atau perusahaan kepada publik. (*/rpl)