BuliranNews, JAKARTA – Semakin menggunungnya hutang Indonesia, perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebelum mengajukan hutang baru. Sebab, makin tingginya tumpukan hutang bisa berakibat pada gagalnya pemerintah dalam mengembalikannya.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan. Dia mengingatkan pemerintah untuk tidak melakukan penambahan utang baru di tengah semakin membludaknya utang Indonesia untuk menghindari gagal bayar.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia kembali berencana akan menambah utang baru di tahun 2021 sebesar Rp515,1 triliun di tengah ketidakpastian ekonomi dan peningkatan laju penyebaran COVID-19 yang masih sulit dikendalikan.
Menteri Keuangan (Menkeu) tengah merencanakan dan mencari tambahan utang baru sebesar Rp515,1 triliun. Tercatat, utang Indonesia bertambah Rp1.226,8 triliun selama tahun 2020 dan bertambah sebesar Rp1.177,4 triliun selama Januari hingga penghujung Juni 2021. Total utang luar negeri Indonesia telah mencapai Rp6.554,56 triliun per Juni 2021 dan berpotensi naik kembali setelah penambahan utang Rp515,1 triliun yang sedang dicari Menkeu tersebut.
Syarief Hasan menilai pengelolaan utang luar negeri selama masa pandemi COVID-19 semakin memprihatikan.
“Dari berbagai kajian menunjukkan bahwa pertumbuhan utang luar negeri Indonesia semakin jauh melampaui pertumbuhan PDB Indonesia. Laju penyebaran COVID-19 juga semakin sulit dikendalikan dan berpengaruh terhadap ekonomi. Rasio utang terhadap PDB juga membengkak mendekati 41,35% dan berpotensi gagal bayar,” ujar Syarief Hasan, Senin (9/8).
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengingatkan pemerintah terkait rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang telah mencapai 41,35%.
“Rasio utang Indonesia terhadap PDB kini telah mencapai 41,35%. Jika bertambah Rp515,1 Triliun maka rasionya berpotensi mencapai 42%-43%. Kondisi ini semakin diperparah dengan potensi gagal bayar yang disampaikan oleh BPK RI,” jelas Syarief.
Syarief Hasan menyebut kemampuan negara dalam melunasi utang dan bunga diperkirakan menjadi semakin sulit.
“Kemampuan negara membayar utang bersama bunga utang yang tinggi akan semakin sulit di tengah ketidakpastian ekonomi. Laporan BPK RI juga menyebutkan Pemerintah berpotensi gagal bayar utang. Utang Indonesia yang semakin membludak ini perlu dikaji sehingga tidak menjadi momok menakutkan di masa depan,” papar dia.
Pemerintah dikatakannya harus berhati-hati sebab rasio utang terhadap PDB semakin mendekati ambang batas 60% sesuai dengan UU Keuangan Negara.
“Apalagi, rasio utang Indonesia kemungkinan masih akan terus naik, terutama akibat tekanan pandemi COVID-19. Pemerintah harus memperhatikan rekomendasi BPK RI dan fokus dalam penguatan perekonomian nasional yang baru saja positif, setelah setahun mengalami resesi,” kata Syarief. (*/kri/sin)