SERINGKALIpenghuni media sosial menceritakan kalau ponselnya terbakar bahkan meledak. Hampir semuanya tidak paham apa penyebab benda tersebut terbakar, sebab sebelumnya biasa-biasa saja kondisinya.
Sebenarnya itu bukan sebuah hal yang aneh, sebab pada umumnya baterai yang digunakan di smartphone zaman sekarang menggunakan bahan lithium ion (Li-ion).
Bahan ini memang dikenal mudah terbakar. Meski begitu, bahan ini memang belum ada gantinya yang sepadan walau sudah puluhan tahun digunakan.
Sebab bahan Li-ion ini dianggap bisa membuat ukuran baterai yang kompak, menampung daya yang cukup besar, dan berumur cukup panjang.
Baterai Li-ion ini biasanya meledak atau terbakar karena beberapa hal, misalnya baterai tertusuk atau tertekuk sehingga bagian plus minusnya bertemu.
Penyebab lainnya adalah karena kondisi baterai yang sudah rusak karena baterai kembung atau bengkak, namun masih terus digunakan.
Baterai jadi kembung ini biasanya karena proses kimia efek dari charging baterai yang sering digunakan sampai habis.
Ketika baterai kembung terus digunakan, gas yang dihasilkan menumpuk dan akhirnya pembungkus baterai tidak sanggup menahannya lagi dan meledak.
Baterai Li-ion juga rentan terhadap panas berlebih, sehingga jika terpapar panas bisa terbakar atau meledak.
Selain itu, baterai Li-ion sebaiknya digunakan tidak sampai habis 0% atau sampai mati. Banyak orang berpikiran bahwa baterai harus digunakan sampai habis. Tindakan seperti ini merupakaan penggunaan yang salah besar.
Selain membuat baterai berumur pendek, saat di charge baterai yang kosong akan dipaksa untuk lebih cepat mengisi dan membuat proses pengisian menghasilkan panas yang berlebih dan menghasilkan gas yang berlebih sehingga baterai bisa kembung.
“Makanya rata-rata ponsel akan memberi peringatan saat baterai mencapai isi tinggal 15% untuk di charge,” tuturnya.
Beberapa penelitian terakhir bahkan menyatakan bahwa baterai Li-ion untuk berumur panjang, sebaiknya di charge saat kapasitasnya 50%-70%. **/okg