ALIANSI BRICS sedang berupaya membentuk sistem pembayaran baru untuk mengakhiri ketergantungan terhadap dolar AS.
Blok ini ingin meredupkan pamor dolar AS dan menantang dominasi mata uang ini dalam perdagangan dan transaksi global.
Rusia sebagai pelopor BRICS menjadi yang terdepan dalam menciptakan mata uang digital (CBDC) dalam rubel dengan bantuan teknologi blockchain.
Langkah tersebut akan membantu ekonominya tetap bertahan di tengah sanksi yang dijatuhkan Gedung Putih.
Atlantic Council menerbitkan laporan terbaru yang menunjukkan bahwa 134 negara di seluruh dunia termasuk negara-negara anggota BRICS sedang membangun mata uang digital.
Seluruh CBDC saat ini sedang dalam mode pengujian dan uji coba sedang dijalankan oleh bank sentral masing-masing. Dari 134 negara, 66 negara telah mencapai tahap lanjut dalam pengujian CBDC.
“Penelitian baru kami menunjukkan bahwa 134 negara termasuk BRICS sekarang sedang menjajaki CBDC, yang mewakili 98% dari PDB global,” tulis Atlantic Council, dilansir dari WatcherGuru, Jumat (20/9/2024).
Dalam laporan itu disebutkan, 66 negara berada dalam tahap eksplorasi lanjutan, yang meliputi tahap peluncuran, percontohan, atau pengembangan.
Anggota BRICS, India dan Rusia, kini sedang menjalankan uji coba mata uang digital tahap kedua.
Pada September 2024, setiap negara G20 sedang menjajaki CBDC dengan 19 di antaranya berada dalam tahap lanjutan pengembangan CBDC.
Sejumlah negara seperti, Jepang, India, Australia, Korea Selatan dan Turki termasuk di antara 13 negara G20 yang menguji coba CBDC. Sementara proyek-proyek baru diperkenalkan di Prancis, Italia, dan Indonesia.
Sebab itu, BRICS dapat mengakhiri ketergantungan pada dolar AS setelah mata uang digital menjadi norma untuk perdagangan dan transaksi. (*/nng)