Ini Penjelasan Terkait Angin Duduk

ISTILAH‘ sangat umum di kalangan masyarakat awam. Namun, kondisi apa ini?

Kebanyakan masyarakat awam mengatasinya dengan mengolesi tubuh dengan minyak kayu putih.

Dokter Spesialis Jantung, Dr. Bobby Arfhan Anwar, SpJP (K) mengatakan bahwa ‘angin duduk’ sebenarnya adalah kondisi medis yang mengarah pada penyakit jantung koroner.

Sering disebut demikian, meskipun pemahaman mereka (masyarakat) banyak yang salah,” kata Bobby.

Bobby menjelaskan bahwa ‘angin duduk’ dalam istilah medis disebut angina pectoris.

“Angina pectoris merupakan istilah untuk keluhan nyeri dada yang disebabkan oleh adanya penyempitan atau penyumbatan di pembuluh darah jantung akibat plak aterosklerosis,” terangnya.

Hal tersebut membuat aliran darah dan oksigen ke jantung menjadi terhambat. Kondisi ini disebut sebagai penyakit jantung koroner.

Seseorang yang mengalami angina pectoris, kata Bobby, akan mengalami gejala berupa nyeri dada kiri atau tengah yang kadang disertai keringat dingin, mual dan muntah.

Mengutip American Heart Association, angina pectoris biasanya terjadi ketika jantung harus lebih keras dari biasanya, misalnya untuk melakukan aktivitas fisik berat.

Sementara, nyeri dada umumnya berlangsung singkat sekitar 5 menit atau kurang. Selain itu, gejala penyakit ini mungkin terasa seperti gangguan pencernaan.

“Jika keluhan (gejala) berlangsung lebih dari 20 menit dan terasa semakin berat dari waktu ke waktu, pasien harus segera dibawa ke IGD rumah sakit terdekat,” ujarnya

Ia menjelaskan, dokter spesialis jantung akan melakukan pemeriksaan detak jantung dan lainnya untuk memastikan apakah itu suatu serangan jantung atau bukan.

“Jika memang sebuah serangan jantung, maka dokter akan memberikan obat-obatan dan tindakan untuk melancarkan aliran darah kembali,” jelasnya.

Masa dari penganan serangan jantung adalah kurang dari 12 jam. Semakin cepat ditangani, maka kemungkinan selamat dan kembali akan semakin besar.

Baca Juga   Bosan Buncit? Ikuti Gerakan Berikut

“Keterlambatan penanganan akan berakibat kerusakan otot jantung yang semakin luas, dan kerusakan ini akan meningkatkan risiko komplikasi dan akibat serangan jantung,” terangnya. (*/kps)