Terkait Penunjukan Penjabat Kepala Daerah, Mendagri Dilaporkan ke Ombudsman

Mendagri Dilaporkan ke Ombudsman
Mendagri Dilaporkan ke Ombudsman

BuliranNews, JAKARTA – Sejumlah lembaga di Jakarta, diantaranya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bersama-sama melaporkan (mendagri) ke Ombudsman Republik Indonesia atas proses penunjukan penjabat (pj) . Mereka menduga terjadi maladministrasi dalam proses penentuan yang tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.

“Tindakan maladministrasi tersebut berkenaan dengan dugaan penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban yang dilakukan oleh Mendagri,” ujar Anggota Kontras Adelita Kasih dalam siaran pers, Jumat (3/6).

Dia menuturkan, tindakan maladministrasi dibuktikan dari dilantiknya lima orang menjadi penjabat gubernur pada 12 Mei 2022 lalu. Kelima penjabat daerah tersebut adalah: Al Muktabar (sekretaris daerah Banten) sebagai penjabat gubernur Banten; Ridwan Djamaluddin (Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) sebagai penjabat gubernur Kepulauan Bangka Belitung; Akmal Malik (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri) sebagai penjabat Gubernur Sulawesi Barat; Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan ) sebagai penjabat ; dan Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kementerian Dalam Negeri) sebagai penjabat Gubernur Papua Barat.

Pada bulan yang sama, Adelita mengatakan, seorang perwira tinggi yang masih aktif, yakni Brigjen Andi Chandra As'Aduddin, ditunjuk menjadi penjabat Bupati Seram Bagian Barat. Saat itu, Brigjen Andi menduduki Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sulawesi Tengah.

“Dari sejumlah nama di atas, kami menilai pengangkatan yang dilakukan berpotensi menghadirkan konflik kepentingan serta melanggar asas profesionalitas sebagai bagian tak terpisahkan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) karena menduduki dua jabatan sekaligus secara aktif,” kata Adelita.

Baca Juga   Jakarta Kembali Raih Penghargaan STA 2021

Dia menerangkan, mendagri dalam hal ini telah menempatkan penjabat kepala daerah secara tidak transparan dan akuntabel. Sementara, dalam penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah telah menerabas berbagai peraturan, seperti Undang-Undang (UU) TNI, UU Polri, UU Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), hingga dua putusan Mahkamah Konstitusi ().

“Oleh karena menabrak berbagai peraturan perundangan dan prinsip demokrasi yang merupakan perbuatan melanggar hukum, maka kami melaporkan Mendagri ke Ombudsman Republik Indonesia. Atas dasar tersebut, kami meminta sesuai tugas dan wewenangnya untuk menerima, memeriksa laporan dan/atau pengaduan secara transparan dan akuntabel, serta menyatakan maladministrasi tindakan Mendagri dalam menentukan penjabat kepala daerah,” ucap Adelita. (*/rpl)