Oleh: M.Yamin Nasution
Mahasiswa Hukum Universitas Pamulang
BERTAHUN-tahun bangsa Indonesia jatuh ke dalam jurang perpecahan yang diakibatkan oleh dorongan kuat politik. Akibatnya masyarakat saling hardik, saling maki, saling hina karena persoalan ideologi, ras dan golongan dan dapat dipastikan, hal ini adalah luka negara.
Pentingnya mendapatkan pemimpin yang memiliki kompetensi tinggi dan pemimpin tersebut haruslah dapat mamilih orang-orang “menteri-menteri” untuk menyatukan segenap anak bangsa dan menyembuhkan luka negara tersebut dari ancaman kusamnya, redupnya bahkan kemungkinan bubarnya sebuah negara.
Pembangunan massive yang bersifat fisik, kiranya dapat menjadi pemersatu anak bangsa dari jarak dan perpecahan yang dimaksud/segregasi karena politik, Selain dari tujuan peningkatan ekonomi.
Terlaksananya MOTO-GP Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu event besar yang dipersembahkan pemerintah untuk bansa ini, ternyata belum begitu mampu penjadi penawar ampuh terhadap perekonomian dan luka negara karena segregasi tersebut.
Daerah-daerah di Indonesia juga banyak yang mempersembahkan karya-karya terbaik yang menjadi cermin dari pemimpinnya, dengan tujuan yang sama, yaitu ekonomi dan sebagai pemenuhan tujuan negara. Namun tak jarang karya tersebut justru menjadi penambah derita rakyat dan luka bagi negara, sebut saja persoalanb Wadas di Jawa Tengah.
Saat ini, giliran Provinsi DKI Jakarta yang mempersembahkan karya terbaiknya, diantaranta Jakarta International Stadium “JIS” yang baru rampung dan sukses dengan Youth Tournament U-18 yang berhasil mendatangkan tim yunior dari Atletico Madrid dan Barcelona selain tuan rumah Timnas U-20 All Star serta Balii United U-18. Terbaru, DKI Jakarta juga akan menggelar helat akbar Formula-E akhir minggu ini.
Event Internasional ini notabene pertama kali dilakukan di Indonesia, berbeda dengan MOTO-GP, harapan untuk meningkatkan perekonomian dan jembatan pemersatu anak bangsa dari segregasi demi kesembuhan luka negara tentunya juga akan lebih besar.
Namun, alangkah disayangkan sikap ketatanegaraan yang minim bahkan anggapan kosong dari Kementerian BUMN yang dipimpin oleh Erick Thohir yang tidak ambil bagian “menjadi sponsor acara”. Padahal kita sama-sama mengetahui, ajang internasional ini akan menjadi momentum besar ” THE LAW OF BIG MO” dan berharga bagi bangsa dan negara.
Bila kita merujuk amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu; “Memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat,” dan lebih rigit dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,” ayat (2) menyebutkan, “cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” ayat (4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Lebih tegas dalam aturan teknis, bahwa Mentri BUMN diperintahkan oleh UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 2 ayat (1) huruf a menyatakan; “BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.”
Dari penjabaran di atas, dapat kita pahami bahwa, berdasarkan perintah Pembukaan UUD, UUD-NRI dan UU No 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Kementerian bersangkutan wajib hadir menjadi sponsor di Formula -E demi kepentingannya perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Bila mengutip dari Media Kompas.com 30 Mei 2022 panitia mengatakan; Padahal, proposal pengajuan sponsor itu sudah disampaikan langsung kepada Menteri BUMN Erick Thohir sejak jauh-jauh hari. Diajukan Usai Jokowi Tinjau Sirkuit.
Ketua Komite Pelaksana Formula E Ahmad Sahroni mengungkapkan, ia telah menyerahkan langsung proposal ke Erick Thohir. Proposal itu diajukan tak lama usai Presiden Joko Widodo meninjau lokasi sirkuit Formula E di Ancol pada 25 Mei lalu.
Disayangkan, bila seseorang yang diamanatkan untuk mengurusi negara, telah nyata mengkhianati perintah Pembukaan UUD dan negara, tidak mencerminkan kepantasan sebagai role model pendidikan bagi generasi bangsa, dan tentunya tidak mampu melihat peluang untuk keluar dari kebangkrutan BUMN saat ini.
Selain dari pada itu, sikap ini menambah perpecahan yang berkelanjutan di masyarakat, dalam hal ini Menteri Erick Thohir seharusnya dipanggil oleh DPR-RI dan lembaga bersangkutan dapat mengusulkan ke Presiden Joko Widodo untuk memberhentikan Menterinya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menghimbau seluruh masyarakat akan pentingnya aktip memperhatikan politik, hanya dengan pemahaman tersebut akan melahirkan pejabat negara yang memahaminya ketatanegaraan, para kandidat memahami tujuan negara, dan pentingnya rakyat dalam sebuah negara, demi generasi bangsa lebih baik.
Mengutip dari buku yang ditulis oleh ahli ekonomi, Prof. Carlo M. Cipolla “Simon Kuper, Financial Time” – dalam buku “The Basic Law Of Human Stupidity” mengutip dari author Prancis, Nicholas Naseem penulis buku “Black Swan” mengatakan; The Basic Laws asserts that 1) there will always be more stupid people than you think; 2) the proportion of stupid people is invariant to intellectual, social or geographic segmentation.
The ratio will be the same among Nobel Prize winners as it will be among a selection of tax accountants (except I am sure that there must be a higher prevalence among laureates of the Pseudo – Nobel in economics).
Hukum Dasar kebodohan manusia terdiri dari 2 yaitu; 1). Mereka lebih banyak dari yang anda bayangkan, 2). proporsi orang bodoh tidak tidak berubah terhadap segmentasi intelektual, sosial atau geografis, bahkan sekalipun pernah mendapatkan piagam penghargaan “Nobel Prize,” lebih lanjut dikatakan, bahwa orang bodoh akan membuat keresahan bagi seseorang/sekelompok orang tanpa mendapatkan keuntungan, sedangkan BANDIT membuat keresahan demi kepentingan pribadi dan kelompok.
Alangkah buruknya kondisi bangsa di masa depan, bila politik melahirkan pemimpin bodoh yang dikelilingi oleh para bandit. ***