BuliranNews, TUNIS – Presiden Tunisia Kais Saied telah menerbitkan dekrit pemecatan 57 hakim karena diduga terlibat kasus korupsi. Langkah itu menjadi iktikad Saied membersihkan sistem peradilan di negara tersebut.
“Kesempatan demi kesempatan diberikan dan peringatan demi peringatan dikeluarkan agar pengadilan membersihkan dirinya sendiri. Kita tidak bisa membersihkan negara dari korupsi dan pelanggaran hukum tanpa pembersihan penuh peradilan,” kata Saied dalam sebuah video yang diunggah di laman Facebook kepresidenan Tunisia, Rabu (1/6) malam, dikutip laman The National.
Dia menuding para hakim tersebut sengaja menunda pembukaan penyidikan kasus korupsi, termasuk suap dan pelanggaran integritas. “Situasi tidak dapat berlanjut tanpa akhir. Tidak dapat diterima hari ini bahwa pengadilan keadilan tidak berlaku,” ucapnya.
Pada Juli tahun lalu, Saied membubarkan pemerintah, membekukan legislatif, dan menguasai peradilan. Dia memberhentikan Hicham Mechichi dari jabatan perdana menteri dan menangguhkan parlemen selama 30 hari. Langkah tersebut Saied ambil setelah adanya serangkaian demonstrasi anti-pemerintah.
Saied, selaku presiden, untuk sementara mengambil alih kekuasaan eksekutif. Dia menerbitkan dekret untuk memerintah Tunisia. Kendati demikian, ia mengatakan akan segera menunjuk perdana menteri baru.
Banyak warga Tunisia mendukung langkah yang telah diambil Saied. Mereka turun ke jalan dan bersorak gembira setelah pemberhentian perdana menteri dan penangguhan parlemen diumumkan. Namun ketua parlemen Tunisia, Rached Ghannouchi, memandang keputusan Saied sebagai kudeta.
Ghannouchi adalah ketua salah satu partai terbesar di Tunisia, yakni Ennahda. Dia mengatakan langkah Saied membubarkan pemerintah dan membekukan parlemen merupakan kudeta melawan revolusi serta konstitusi. (*/rpl)