Profesionalitas TNI/Polri Bisa Rusak dengan Penunjukan Sebagai Penjabat Daerah

BuliranNesws, JAKARTA – Pro kontra terkait penunjukan Brigjen Andi Chandra As’aduddin sebagai pj Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku masih terus saja berlangsung dan bahkan menuai kritik dari sejumlah pihk.

Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menilai, penunjukan personel TNI/ aktif menjadi penjabat (pj) kepala daerah merusak bangunan profesionalitas TNI/Polri.

“Penunjukan ini jelas merusak bangunan profesionalitas TNI bersama-sama Polri tentu saja,” ujar Arif dalam diskusi daring bertajuk “Pro-Kontra Tentara Jadi PJ Kepala Daerah”, Jumat (27/5).

Arif mengatakan, saat ini orang-orang berpikir pembangunan profesionalitas TNI/Polri sudah selesai ketika diterbitkannya Undang-Undang (UU) tentang TNI dan Undang-Undang tentang Polri. Masing-masing UU ini memuat pembatasan agar tidak terlibat dalam politik praktis.

Namun, kata Arif, ternyata pembangunan profesionalitas TNI/Polri belum selesai. Sebab, menurut dia, sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin negara pada 2014, ada kemunduran profesionalitas TNI/Polri yang cukup signifikan.

“Penunjukan TNI aktif untuk menjadi itu bukan pertama kalinya terjadi. Di era kepemimpinan Jokowi yang pertama itu sudah terjadi. Terutama para perwira Polri itu ditunjuk untuk menjalankan tugas-tugas di luar yang diamanatkan oleh Undang-Undang,” ucap Arif.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti pun menyesalkan sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, , dan Keamanan (Menko Polhukam) yang menyebutkan tidak ada peraturan yang melarang TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah. Menurut dia, sikap ini mencerminkan pemerintah pusat ingin memperkuat konsolidasi .

“Itu kalau dibaca secara teks. Tapi pembacaan secara teks itu memperkuat posisi, memperjelas posisi, bahwa pemerintah yang diwakili Pak Mahfud itu melihat demokrasi dengan kaca mata minimalis, bukan dalam semangat mengembangkan demokrasi, bukan dalam semangat memperkuat kualitas demokrasi, tapi dalam semangat memperkuat konsolidasi kekuasaan,” ujar Ray dalam diskusi yang sama.

Baca Juga   ASN Jangan Ikut Berpolitik

Ray menyebut, pemerintah hanya berpandangan tindakan yang diambil tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Menurut dia, cara berpikir seperti ini merupakan penganut paham demokrasi minimalis, yakni yang memahami demokrasi hanya sekadar tidak melanggar aturan.

“Saya pribadi amat menyayangkan, kalau pada akhirnya tokoh seperti Pak Mahfud MD juga ikut di dalam barisan ini, di dalam barisan yang memandang demokrasi semata-mata urusan boleh tidak boleh, urusan diperkenankan oleh undang-undang dan seperangkat aturannya atau tidak, cara berpikir yang seperti ini pada dasarnya tidak menyumbang pada peningkatan kualitas demokrasi kita,” kata dia.

Sebelumnya, menurut Mahfud, penunjukan perwaira aktif TNI menjadi pj Bupati Seram Barat dibenarkan oleh aturan yang ada. “Soal penempatan TNI sebagai penjabat kepala daerah itu oleh undang undang, oleh peraturan pemerintah maupun vonis itu dibenarkan,” kata Mahfud dalam keterangan video yang diterima di Jakarta, Rabu (25/5).

Mahfud menjelaskan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan, bahwa anggota TNI-Polri tidak boleh di luar institusi TNI, kecuali di 10 institusi kementerian/lembaga. Misalnya, jelas dia, di Kemenko Polhukam, BIN, BNN, dan BNPT.

“Itu boleh TNI bekerja di sana,” ujarnya.

Ia melanjutkan, aturan itu juga diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (). Mahfud menuturkan, dalam Pasal 20 disebutkan bahwa anggota TNI dan Polri boleh masuk ke birokrasi sipil asal diberi struktural yang setara dengan tugasnya masing-masing.

“Kemudian ini disusul oleh Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017, dimana disitu disebutkan TNI Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara,” jelas Mahfud.

Mahfud menambahkan, banyak pihak yang salah memahami putusan MK tentang penunjukan anggota TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah. Mahfud mengungkapkan, vonis MK tersebut mengandung dua hal.

Baca Juga   DPR Siap Lanjutkan Tahapan Pemilu

“Satu, TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil. Tetapi disitu disebutkan, terkecuali di dalam 10 institusi kementerian yg selama ini sudah ada. Lalu kata MK, sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama, boleh, boleh menjadi penjabat kepala daerah,” tutur dia. (*/rep)