NEGERI Sembilan adalah satu diantara negara bagian dalam federasi Malaysia yang terletak di Semenanjung Malaya berbatasan dengan Selangor di Utara, Pahang di Timur, Johor di Tenggara, Melaka di Selatan, dan Selat Melaka di Barat.
Masyarakat yang bermukim pada 9 negeri seperti: Johor, Jelebu, Klang, Sungai Ujong, Naning, Rembau, Jelei, Segamat dan Pasir Besar membentuk semacam persatuan yang dinamakan Negeri Sembilan.
Sebagai pemersatu masyarakat maka diangkatlah seorang raja yang mereka minta dari Yang Dipertuan Pagaruyung. Setelah Malaysia merdeka, Negeri Sembilan menjadi bagian dari Malaysia dan Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan Tuanku Abdul Rahman menjadi Yang di-Pertuan Agong pertama Malaysia.
Sejarah Minangkabau di Negeri Sembilan Tidak diketahui secara pasti, namun menurut cerita turun-temurun bermula dengan datangnya nenek moyang mereka yang dipimpin oleh tiga orang pria dan seorang wanita, yang disebut dengan suku yang ampat.
Kemudian masyarakatnya bertambah, dan terbentuk kawasan baru di Naning, Rembau, Jelei, Segamat dan Pasir Besar yang masing-masing memiliki penghulu.
Dengan kesepakatan masyarakat maka dibentuklah Lembaga Negeri Sembilan, berkedudukan di Sri Menanti. Setelah itu masyarakat tersebut meminta pengakuan kepada Yang Dipertuan Pagaruyung sehingga dikirimlah Raja Melewar untuk memerintah Negeri Sembilan dengan gelar Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan. Demikianlah secara singkat Sejarah Minangkabau di Negeri Sembilan.
Seperti diketahui, sejak abad 14, Negeri Sembilan, memang tak pernah lepas dari pergolakan politik di Semenanjung Melayu. Pertempuran sengit melibatkan Aceh, Portugis, dan Johor menjadikan Negeri Sembilan menjadi lahan perang paling strategis.
Suasana panas di semenanjung tersebut terus berlanjut. Pada 1614, saat Kerajaan Belanda berhasil merebut Bandar Malaka. Kerajaan Melayu Johor sedang diancam orang-orang Acheh dan juga dari pihak Belanda. Ini menjadikan Kerajaan Melayu Johor tidak mampu melindungi Negeri Sembilan.
Karena merasa tak sanggup, kerajaan Melayu Johor mengundang Daeng Kemboja dari suku Bugis untuk mengusir lawannya. “Kerjasama ini berhasil, Daeng Kamboja beserta Johor memukul mundur lawan dari pesisir timur Sumatera, pesisir barat Borneo, dan Semenanjung,” tulis Asmaniar Z Idris dalam Menelusuri Sejarah Minangkabau.
Suasana di Negeri Sembilan segenap tenang. Suku Bugis yang merasa berperan besar dalam mengusir lawan Johor mulai bertingkah. Mereka silih berganti menduduki Negeri Sembilan.
Terbukti, Raja Ketjil keturunan Siak dan Bugis pun pernah menjadi raja di sana. Namun tak berlangsung lama, karena tak kuat menjadi bulan-bulanan, Raja Ketjil pun dibunuh oleh orang-orang Negeri Sembilan.
Akhirnya pada abad 18, Negeri Sembilan mengirimkan utusan ke Raja Pagaruyuang atau kini dikenal Minangkabau. Mereka diutus dengan tujuan meminta satu raja untuk memimpin Negeri Sembilan.
Setela berunding, akhirnya ditunjuklah Raja Malewar (1773-1795) untuk menjadi Dipertuan Negeri Sembilan, mewakili Raja Alam Pagaruyuang.Dalam perjalanannya, hubungan Pagaruyuang dengan Negeri Sembilan mulai kabur seiring terjadinya ketegangan politik antara Belanda dan Inggris pada akhir abad 19.
Saat itu, Pagaruyuang berada dalam pengaruh Belanda dan Negeri Sembilan dalam pengaruh Inggris. Di masa-masa ini hubungan keduanya ikut menjadi renggang. Akan tetapi, keterputusan hubungan hanya dalam hal administratif teritorial saja.
Dalam bidang kebudayaan, keduanya masih menyimpan memori kuat. Kedua negeri memiliki sekian kesamaan dasar, seperti pakaian adat, bentuk rumah adat, upacara adat, pola keturunan dari garis ibu, musik, warna kebesaran, serta makanan seperti rendang.
Kesamaan itu membuat banyak orang beranggapan, masyarakat di Negeri Sembilan tak lain orang Minangkabau. Benarkah anggapan tersebut?
Serupa Tapi Tak Sama
Peneliti Universitas Tokyo Jepang, Kato Tsuyoshi, mengatakan terdapat perbedaan dari nama-nama suku di Negeri Sembilan, Malaysia, dengan nama-nama suku di Minangkabau, Indonesia.
“Masyarakat Minang terkenal dengan budaya merantau, dan salah satu wilayah yang menjadi daerah rantaunya adalah Negeri Sembilan yang ada di Malaysia,” katanya dalam kuliah umum di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang seperti dilansir Antara.
Setelah dilakukan perbandingan terhadap beberapa sistem pada masyarakat di Negeri Sembilan ternyata terdapat beberapa perbedaan dengan kebudayaan Minang, salah satunya adalah dari nama-nama suku. Tsuyoshi mengatakan pada tahun 1972-1973, Minangkabau sebagai daerah tertua dan penduduk paling ramai dengan komposisi tercatat memiliki 96 nama suku.
Sepuluh suku terbesar di Minangkabau berdasarkan penyebaran geografi adalah Chaniago, Melayu, Piliang, Tanjuang, Koto, Jambak, Sikumbang, Mandahiling, Pitopang, dan Guci. Sementara di Negeri Sembilan terdapat lebih kurang 13 suku, sementara beberapa nama suku tersebut merupakan nama-nama daerah di Minangkabau.
Suku-suku di Negeri Sembilan, lanjutnya, meliputi Biduanda, Tanah Datar, Seri Lemak Pahang, Seri Lemak Minangkabau, Payakumbuh, Seri Melenggang, Tiga Batu, Tiga Nenek, Mungkal, Batu Belang Batu Hampar, Anak Aceh, dan Anak Melaka.
Dari suku-suku tersebut terdapat kesamaan nama beberapa daerah di Minangkabau. Peneliti menganggap masyarakat di Negeri Sembilan bernenek moyang orang Minang. (*/zai)