Sejak 2010, Sebanyak 656 Orang Huni Kerangkeng Bupati Langkat

Kerangkeng Bupati Langkat
Kerangkeng Bupati Langkat

, MEDAN – Cerita tentang nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, tak hanya berkait tentang dugaan korupsi yang membelitnya. Namun keberadaan Kerangkeng Bupati Langkat di rumah pribadi yang diklaim sebagai tempat pecandu narkoba pun terus menjadi pembicaraan hangat semua kalangan.

Dari penyelidikan yang dilakukan Polda Sumut sejauh ini diketahui sudah 656 orang yang pernah menghuni bangunan berkerangkeng di dalam rumah pribadi Terbit itu.

“Kita juga dalami terkait dokumen yang berkaitan dengan penitipan orang masuk ke sana. Penyidik sudah mendapatkantotalnya ada 656 orang sejak tahun 2010,” kata Kapolda Sumut, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak, Sabtu (29/1).

Menurut Panca, orang orang yang dititipkan di sana tak semua berasal dari korban penyalahgunaan narkoba. Akan tetapi dari berbagai latarbelakang berbeda atau disebut dengan orang-orang yang nakal.

“Dari dokumen saya menemukan mereka yang tinggal di sana pengguna narkoba. Ada juga tidak pengguna narkoba, tetapi orang orang nakal. Kemudian setelah “sembuh”, dia menjadi pembina mereka, istilahnya itu kalapas,” jelas Panca.

Selain itu, orang-orang yang menghuni kerangkeng juga mengalami tindak kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya korban. Korban di kerangkeng itu diduga lebih dari satu. Mereka dikubur di sejumlah tempat.

“Kita menemukan terjadinya kekerasan terhadap orang yang dititipkan, orang yang masuk, orang yang dibina di sana. Kami sedang dalam proses pendalaman. Termasuk tempat tempat nya. Kita sudah menemukan tempat pemakamannya,” terangnya

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam menambahkan penghuni kerangkeng mengalami kekerasan paling intensif ketika proses awal masuk ke lokasi itu.

“Kalau lihat pola terjadinya, ketika mendapat berbagai keterangan dan berbagai informasi, ada satu pola di mana saat saat terjadinya kekerasan yang paling intensif adalah ketika proses awal orang masuk ke sana. Ketika sudah prosesnya sudah agak lama sudah berkurang mendapatkan kekerasan. Itu temuan faktual yang terpola,” kata dia.

Baca Juga   FA Cup "Tendang" MU

Sawit Watch menyebut dugaan perbudakan modern yang dilakukan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin terjadi karena minimnya perlindungan terhadap buruh perkebunan sawit.

Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo mengatakan, bahkan sampai saat ini, Rancangan Undang-Undang () Perlindungan Buruh Pertanian dan Perkebunan belum juga disahkan.

“Kebijakan yang ada saat ini belum cukup melindungi buruh kebun sawit karena tidak mengatur spesifik bagi buruh kebun sawit,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/1).

Achmad mengungkapkan, RUU Perlindungan Buruh Pertanian dan Perkebunan masuk ke dalam daftar Prolegnas longlist 2019-2024. Namun, belum ada perkembangan signifikan.

Pihaknya mendesak agar pemerintah segera membahas RUU tersebut dalam 2022. Menurutnya, hal itu penting dilakukan agar tidak terjadi perbudakan modern terhadap buruh sawit.

“Mengingat industri ini cukup penting bagi Indonesia sudah selayaknya perlindungan dan kesejahteraan buruh kebun sawit menjadi perhatian Pemerintah dengan menghadirkan kebijakan yang mendukung serta pengawasan yang ketat di lapang dan memasukkan RUU ini dalam prolegnas 2022 agar segera di bahas,” ucapnya Achmad

Achmad berpendapat, adanya pemenjaraan terhadap buruh sawit juga terjadi karena minimnya pengawasan pemerintah terhadap ketenagakerjaan di perkebunan sawit.

Pemerintah, kata Achmad, selama ini absen dalam melakukan pengawasan di perkebunan sawit. Sehingga, potensi pelanggaran hak buruh sangat besar.

“Untuk itu kami melihat bahwa yang menjadi penting untuk dilakukan adalah memprioritaskan kebijakan perlindungan buruh kebun sawit,” ucap dia.

Terpisah, Spesialis Buruh di Sawit Watch, Zidane menilai pemerintah juga harus segera melakukan pemulihan terhadap buruh korban dugaan praktik perbudakan itu. Sebab, perlakuan yang didapat oleh para buruh sawit itu terbilang parah.

“Kondisi buruh tersebut sangat jelas bertentangan dengan prinsip kerja layak. Dugaan perlakuan buruk yang dialami buruh dimaksud melanggar konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia,” ucapnya.

Baca Juga   Wow, Panathinaikos Kontrak Kiper Berdarah Indonesia

Selain itu, ia meyebut pemerintah harus segera mengusut tuntas dugaan perbudakan terhadap buruh yang diduga bekerja di perkebunan sawit.

“Pemerintah juga dapat mengusut siapa saja pihak yang terlibat dan sudah berapa lama praktik tersebut berlangsung, termasuk dari mana buruh tersebut didatangkan apakah dari wilayah setempat atau didatangkan dari luar,” ujar Zidane.

Sebelumnya, temuan itu mengemuka setelah dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM pada Senin (24/1). Dalam aduannya ke Komnas HAM, Migrant Care melaporkan tujuh dugaan perbudakan.

Kerangkeng manusia ditemukan saat tim mendatangi rumah Bupati Langkat terkait operasi tangkap tangan (OTT) dugaan tindak pidana korupsi pada 18 Januari lalu. Saat itu, tim KPK yang disokong kepolisian menemukan setidaknya 27 orang menghuni kerangkeng saat akan menggeleda

Karo Penmas Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan puluhan orang yang menghuni kerangkeng di rumah Bupati Langkat itu juga dipekerjakan sebagai buruh pabrik kelapa sawit, namun tak dibayar.

“Sebagian dipekerjakan di pabrik kelapa sawit milik Bupati Langkat. Mereka tidak diberi seperti ,” kata Ramadhan kepada wartawan, Selasa (25/1). (*/yla/kid/cnn)