BuliranNews, PADANG – Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Pepatah ini cocok dialamatkan kepada PT Kaluku Indah Permai (KIP). Perusahaan ini, dengan nyamannya tetap melakukan pengurukan ataupun reklamasi terhadap tepian Danau Singkarak. Entah tangan malaikat mana yang melindungi perusahaan tersebut sehingga bak tersentuh hukum sama sekali.
Padahal, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Sekdaprov Sumbar, Hansastri mengatakan bahwa kegiatan reklamasi memang sudah ada sejak 2016 dan Pemprov Sumbar sudah melakukan langkah-langkah terkait hal tersebut.
âKita perintahkan penghentian kegiatan langsung pada saat itu dan memang ini muncul lagi saat ini. Kami pastikan kegiatan itu tidak memiliki izin dari Pemprov Sumbar,â kata dia.
Sikap tegas Pemprov Sumbar tersebut, harusnya dijadikan acuan untuk mengambil sikap tegas terhadap “orang besar” dibalik kegiatan illegal tersebut. Apalagi, banyak pihak yang telah mengeluarkan suara sumbang terkait kegiatan tersebut.
Setelah KPK melalui Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding dalam keterangan resminya, Rabu (19/1) lalu mengatakan, apa yang dilakukan PT KIP merupakan pelanggaran pemanfaatan ruang tersebut berupa kegiatan reklamasi tanpa dasar hukum dan izin yang terjadi Danau Singkarak.
Menurut KPK, kegiatan tersebut berpotensi merugikan keuangan negara. Para pihak kata Ipi, diduga telah melakukan kegiatan reklamasi di wilayah badan air danau tanpa dasar hukum dan izin pemanfataannya. Sehingga reklamasi ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran.
Setelah KPK “bernyanyi” suara keras pun dilantunkan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar). Lembaga pemerhati lingkungan ini, meminta KPK untuk mengusut hingga tuntas pembangunan ilegal di tepian Danau Singkarak yang diduga berpotensi membuat kerugian bagi negara.
âKita meminta KPK mengusut dan melakukan kajian mendetail terkait potensi kerugian negara dari pemanfaatan aktivitas pembangunan ilegal di Danau Singkarak,â kata Kadep Kajian Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar, Tommy Adam dalam diskusi bersama KPK di Padang, Jumat.
Dia mengatakan penimbunan danau di dermaga Jorong Kalukua Nagari Singkarak Kabupaten Solok telah dilakukan sejak Juli 2016 oleh PT. Kaluku Indah Permai dengan luas danau yang ditimbun sekitar 30 hingga 50 meter dan panjang 70-100 meter,.
Menurutnya pembangunan itu tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Solok 1 Tahun 2013 tetang RTRW Kabupaten Solok Tahun 20212 â 2031.
Pihaknya meminta Kementerian ATR/BPN melakukan upaya tindakan tegas berupa pidana dan perdata terhadap aktivitas ilegal yang tidak sesuai dengan peruntukan tata Ruang.
Walhi juga meminta KLHK memberikan sanksi tegas terhadap kegiatan yang berdampak terhadap kelestarian ekosistem Danau Singkarak dan mengembalikan fungsi danau singkarak seperti sebelumnya dan memprioritaskan agenda penyusunan zonasi sesuai amanat perpres 60 Tahun 2021.
âKita berharap jangan lagi sanksi administrasi karena itu tidak membuat efek jera dan membuat pengusaha latah membangun dulu sebelum mengurus perizinan. Kita minta ada tindak tegas dalam hal ini,â kata dia.
Direktur Korwil IV KPK Jarot Faizal mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hal ini secara berkelanjutan dan tidak akan vakum menindaklanjuti temuan ini.
Menurut dia apabila memang ini terjadi pihaknya akan berusaha melakukan pencegahan dan pengembalian kerugian negara berupa pemulihan Danau Singkarak.
âKami nanti akan usulkan untuk kegiatan penghentian kegiatan dan ini tidak akan dilakukan berlarut-larut namun dalam waktu yang singkat,â kata dia.
Untuk pembangunan saat ini sejak 2016 hingga 2022 ini, ia menilai ada kelemahan dari pemerintah daerah karena ada vakum dalam menindaklanjuti hal ini.
âKarena tidak ada peringatan mereka merasa aman membangun reklamasi ini. Kita akan usahakan pencegahan dan pembinaan. Jika tidak bisa maka tentu kita tindak tegas,â kata dia.
Kerugian Negara Mencapai Rp3,38 M
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) menilai potensi kerugian akibat reklamasi tanpa izin di dermaga Jorong Kalukua Nagari Singkarak Kabupaten Solok, Sumbar mencapai Rp3.383.291.152.
Kadep Kajian Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar, Tommy Adam dalam diskusi daring bersama KPK dan Pemprov Sumbar di Padang, Jumat, mengatakan potensi itu dikaji oleh walhi dengan membandingkan citra satelit di wilayah itu pada 2016 dengan 2022.
Total ada 2.976 meter persegi bagian danau yang direklamasi tanpa izin dan potensi kerugiannya berupa biaya kerugian ekologis yang terdiri dari biaya menghidupkan fungsi tata air sebesar Rp1,2 miliar, biaya pengaturan tata air Rp6,7 juta, biaya pengendalian erosi Rp1,7 juta.
Kemudian biaya pembentukan tanah Rp148 ribu, biaya pendaur ulang unsur hara Rp1,3 juta dan biaya fungsi pengurai limbah Rp128 ribu. Setelah itu biaya ekonomi berupa kerugian hilang umur pakai lahan Rp952.320.000.
Selanjutnya biaya lingkungan yang terdiri dari biaya pemulihan menghidupkan fungsi tata air Rp1,2 miliar. Biaya pemulihan pengaturan tata air Rp6,7 juta, biaya pengendalian erosi Rp1,7 juta, biaya pemulihan pembentukan tanah Rp148 ribu, biaya pemulihan pendaur ulang unsur hara Rp1,3 juta dan biaya pemulihan fungsi pengurai limbah Rp128 ribu.
âTotal potensi kerugian negara berdasarkan kajian yang kami lakukan melalui Permen Nomor 7 tentang Ganti Kerugian Akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan, UU 17 2003 tentang keuangan negara dan UU 1 2004 tentang perbendaharaan negara mencapai Rp3,3 miliar,â kata dia.
Tommy menjelaskan reklamasi ini telah dilakukan semenjak Juli 2016 oleh PT. Kaluku Indah Permai dengan luas danau yang ditimbun sekitar 30-50 meter dan panjang 70-100 meter
Pembangunan tersebut tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Solok 1 Tahun 2013 tentang RTRW Kab. Solok Tahun 20212 â 2031
âWalhi merekomendasikan penghentian kegiatan PT KIP, memeriksa administrasi perusahaan, menghitung kerugian materi daerah, serta melakukan upaya, perbaikan kerusakan lingkungan Danau Singkarak,â kata dia. (*/ryn)