5 Proyek Penanganan Bencana Alam Ternyata Tidak Dibayar Pemkab Solok

1. epy | Buliran.com

BuliranNews, AROSUKA – Setelah PT Nabel Utama Karya, rekanan yang mengerjakan proyek pembangunan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) Arosuka, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, membawa permasalahan belum dibayarnya sisa kontrak oleh Pemkab Solok ke ranah publik dan ranah hukum, kini juga terkuak fakta lainnya tentang sengkarut pembayaran proyek di Kabupaten Solok.

Dimana, ternyata lima proyek penanganan alam dari 13 proyek yang sudah selesai dikerjakan oleh rekanan, juga tidak dibayar oleh Pemkab Solok, dengan total biaya sebesar Rp980 juta.

Untuk diketahui, 13 proyek yang merupakan penanganan dari dampak bencana alam yang menghantam Kabupaten Solok pada awal tahun 2021, terdiri atas pembangunan , jalan, bandar, dan dam sungai, menelan biaya Rp2,421 miliar. proyek tersebut bersumber dari anggaran Biaya Tidak Terduga (BTT), dengan Pengguna Anggaran (PA) adalah Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok.

 

3.1 THRW | Buliran.com
TIDAK DIBAYAR – Pengerjaan proyek Taman Hutan Raya Wisata yang tak dibayar oleh Pemkab Solok

Sebanyak 8 proyek yang sudah dibayarkan menggunakan biaya Rp1,441 miliar. Terdiri dari jembatan Limau Lunggo Kecamatan Payung Sekaki Rp180 juta, jembatan Gurah Sungai Janiah Kecamatan Gunung Talang Rp75 juta, jalan Bukit Sileh-Rimbo Data Kecamatan Lembang Jaya Rp186 juta, jalan Simpang Tanjung Nan IV-Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar Rp200 juta, bandar Bawah Gunung Batu Bajanjang Kecamatan Lembang Jaya Rp200 juta, bandar Dingin Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Rp200 juta, bandar Sungai Badak Limau Lunggo Rp200 juta, dan bandar Sungai Baliang Talang Babungo Kecamatan Hiliram Gumanti sebanyak Rp200 juta.

Sementara, 5 proyek yang sudah selesai dikerjakan namun belum dibayar oleh Pemkab Solok, terdiri dari jalan Kayu Jangguik Jorong Taratak Jarang Nagari Talang Babungo Rp180 juta, bandar Gurun Panjang Koto Anau Rp200 juta, bandar Dama Batu Banyak Kecamatan Lembang Jaya Rp200 juta, bandar Gurah Sungai Janiah Rp200 juta, serta dam Sungai Batang Lembang di Bukit Sileh sebanyak Rp200 juta.

Ada yang dibayar dan ada yang tidak dibayar, seakan menunjukkan bahwa administrasi keuangan di Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok tidak tertib. Apalagi, terdapat sejumlah proyek yang dilakukan di tempat yang sama, namun hanya satu yang dibayar. Di antaranya, jembatan Gurah di Nagari Sungai Janiah, Kecamatan Gunung Talang sebanyak Rp75 juta sudah dibayar oleh BKD. Sementara, proyek Bandar Gurah di lokasi yang sama senilai Rp200 juta, belum dibayarkan.

3.4 epy | Buliran.com
BENCANA ALAM – Salah satu ruas jalan di Bukik Sileh yang rusak diterjang bencana alam.

Pengerjaan proyek bencana alam, merupakan proyek yang dilaksanakan oleh rekanan dengan mekanisme penunjukan langsung (PL). Dalam mekanismenya, rekanan mengerjakan dulu proyek, setelah selesai baru dibayarkan. Proyek di Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok tersebut, dilakukan dalam waktu mendesak, agar akses masyarakat di wilayah terdampak bencana segera mendapatkan solusi. Alhasil, rekanan yang mengerjakan proyek tersebut harus mau menanamkan modalnya di proyek tersebut.

Baca Juga   Demi Harta, Ibu di Muna Tumbalkan Anak Kandung ke Dukun untuk Disetubuhi

“Kami dituntut untuk melakukan pekerjaan secepat mungkin agar akses masyarakat yang sempat terputus, segera tersambung kembali. Atau, agar dampak bencana tidak meluas. Untuk mengerjakannya, kami harus menanamkan modal terlebih dahulu dan setelah selesai baru dibayar sesuai bobot pekerjaan yang sudah dilakukan. Jelas saja, sebagai pengusaha, jika pekerjaan ini tidak dibayar tentu ini perbuatan dan tindakan terhadap kami,” ujar salah satu rekanan yang minta namanya tak diekspos.

Tidak dibayarnya 5 proyek penanganan bencana alam oleh BKD Kabupaten Solok, kembali mengingatkan publik dengan tidak dibayarnya proyek Taman Hutan Kota Wisata (THKW) oleh Pemkab Solok terhadap rekanan PT Nabel Utama Karya. Bahkan, permasalahan itu kini bermuara ke ranah hukum. Bahkan, PT Nabel Utama Karya melalui Kuasa Hukumnya melaporkan Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) dan Ombudsman RI, karena dinilai tidak mau membayar proyek yang sudah selesai tersebut.

Di lain pihak, Bupati Epyardi Asda “tak mau kalah”, dengan mempertanyakan substansi dan manfaat proyek THKW yang dikerjakan di masa pemerintahan Gusmal-Yulfadri Nurdin. Epyardi Asda memerintahkan Inspektorat melakukan pemeriksaan dan audit khusus terhadap proyek tersebut. Bahkan, aparat penegak hukum (APH) mulai memeriksa sejumlah orang yang terkait langsung dengan proyek di tahun 2019-2020 tersebut.

 

3.1 epyu | Buliran.com
DETAIL – Inilah detail proyek bencana alam di Kabupaten Solok tahun 2021

Gapensi Minta Epyardi Asda Patuhi Kontrak

Gabungan Pengusaha Jasa Konstruksi (Gapensi) Kabupaten Solok, ikut angkat bicara terkait tidak dibayarnya sisa kontrak pembangunan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) Arosuka, oleh Pemkab Solok ke kontraktor PT Nabel Utama Karya. Jasnil Khaidir selaku ketua, meminta Epyardi Asda untuk (menatap ke depan), bukan berdalih dan mempertanyakan urgensi pembangunan THKW Arosuka, menjadi alasan tidak mau membayar kontrak pembangunan oleh rekanan (kontraktor).

“Ini bukan persoalan suka atau tidak suka terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintahan sebelumnya atau urgensi dari pembangunan THKW. Ini persolan komitmen kontrak yang harus ditaati oleh kedua belah pihak. Kalau persoalan suka atau suka yang dikedepankan dalam menjalankan roda pemerintahan ini, kapan kiranya akan tercapai visi besar ‘mambangkik batang tarandam, menjadikan Kabupaten Solok terbaik di Sumbar' ini, bisa terealisasi. Move on lah pak Bupati, kami tunggu langkah dan strategi bapak dalam dalam mewujudkan visi misi untuk Kabupaten Solok lebih baik dari sebelumnya,” ungkapnya.

Baca Juga   Hallo Guys, Catat Ya! Ini Bansos yang akan Turun di September 2021
3. epy 1.jpg | Buliran.com
KETUA GAPENSI Kabupaten Solok, Jasnil Khaidir

Jasnil Khaidir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Gapensi Kabupaten Solok, mengingatkan Epyardi Asda, bahwa pelaksanaan suatu kegiatan (proyek), ada aturan-aturan yang mengaturnya dengan sangat jelas dan rinci. Menurut Jasnil, apabila dalam pelaksanaan terjadi kelalaian, ada acuan hukum yang diatur negara. Yakni berdasarkan kontrak dari kedua belah pihak yang telah ditandatangani tersebut.

“Indonesia ini negara hukum, di dalamnya termasuk Kabupaten Solok. Sehingga, apapun persoalan yang timbul, harus mengacu ke regulasi dan hukum yang berlaku di Indonesia. Bukan dengan memberlakukan regulasi dan hukum sendiri berdasarkan suka atau tidak suka. Kontrak yang telah ditandatangani antara Pemkab Solok dan kontraktor, adalah sebuah produk hukum, yang harus ditaati dan dipatuhi sesuai dengan regulasi dan aturan, karena jika tidak dipatuhi, konsekuensinya adalah pelanggaran hukum,” tegasnya.

Jasnil kembali mengingatkan, bahwa sebagai politisi level nasional, Epyardi Asda semestinya akan sangat memahami aturan dan regulasi. Serta memahami rangkaian proses suatu kegiatan bisa dilakukan di pemerintahan.

 

3.2 epy | Buliran.com
BENCANA ALAM – Jalan yang rusak diterjang bencana alam di Nagari Talang Babungo

“Dalam pelaksanaan suatu kegiatan konstruksi ataupun pengadaan barang jasa, tentu melalui proses. Mulai dari pembahasan di tingkat pemerintahan antara eksekutif dan legislatif, berupa usulan kegiatan, sampai kegiatan itu diketok palu dan dianggarkan. Selanjutnya tahap perencanaan di dinas terkait. Kemudian, proses lelang pengadaan barang dan jasa. Setelah ditetapkan pemenang oleh ULP, proses pelaksanaan kegiatan diawali dari kontrak antara dinas terkait dan rekanan pemenang tender. Kemudian pelaksanaan proyek, administrasi, dan perawatan. Jika seluruhnya selesai, kedua belah pihak, harus saling mematuhi perjanjian kontrak tersebut. Termasuk dalam hal pembayaran,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Solok, ikut angkat bicara terkait tidak dibayarnya proyek pembangunan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) Arosuka, oleh Pemkab Solok, pada kontraktor PT Nabel Utama Karya. Politisi tersebut menilai Pemkab Solok telah berbuat aniaya terhadap kontraktor/rekanan yang telah selesai 100 persen mengerjakan proyek tersebut. Dodi mengharapkan agar hal ini jangan sampai membuat iklim iklim di Kabupaten Solok terganggu.

“Jangan menganiaya orang. Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan kewajibannya sesuai kontrak. Artinya, mereka mesti mendapatkan apa yang menjadi haknya. Jika hak mereka tidak dipenuhi, ini akan menjadi preseden buruk terhadap dan iklim investasi di Kabupaten Solok. Bahwa ada sebuah proyek yang sudah selesai, tapi tak dibayar,” ungkapnya.

Baca Juga   Evaluasi PTM 100 Persen

Dodi Hendra meminta Bupati Solok saat ini, Epyardi Asda, tidak berkilah dengan menyatakan hal ini adalah program dari pemerintahan sebelumnya. Sehingga, dijadikan alasan untuk tidak membayar proyek pembangunan yang sudah selesai tersebut. Dodi menegaskan, kontrak rekanan/kontraktor tersebut adalah dengan Pemkab Solok, bukan dengan pribadi Bupati Solok. Bahkan, Dodi mengingatkan bahwa bupati adalah sebuah jabatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang harus tunduk terhadap regulasi dan aturan.

“Bupati tahun 2021, Bupati tahun 2016, ataupun Bupati tahun 2001, itu sama. Jika pemerintahan di tahun 2001 berutang, lalu ditagih di tahun 2021, maka tetap harus membayar. Kecuali, yang berutang itu pribadi, maka pembayarannya secara pribadi juga. Jadi, jangan berkilah tak mau membayar, dengan beralasan dan mempertanyakan apa urgensi dan manfaat dari proyek itu. Sebab, itu dua masalah yang berbeda. Yang satu masalah aturan, yang satu lagi masalah kebijakan politis,” tegasnya.

Epyardi: Apa Urgensi dan Manfaat THKW?

Sebelumnya, Bupati Solok, Capt. Epyardi Asda, M.Mar, akhirnya angkat bicara terkait dirinya yang dinilai tidak mau membayar sisa kontrak proyek pengerjaan Taman Hutan Kota Wisata (THKW) Arosuka, kepada kontraktor PT Nabel Utama Karya. Epyardi menduga, proyek di masa Bupati Solok Gusmal tersebut bermasalah.

1.1 kantor | Buliran.com
KANTOR Bupati Kabupaten Solok

Menurut Epyardi, dengan permasalahan itu, pihaknya tidak ingin terburu-buru untuk mengambil sikap. Hal itu ditegaskan Epyardi ke sejumlah media online, setelah dirinya diberitakan tidak mau membayar dan mengusir Kuasa Hukum PT Nabel Utama Karya saat menemui dirinya di ruangannya pada Senin (1/10/2021).

Bahkan, Epyardi Asda berkilah dan mempertanyakan urgensi proyek THKW yang dikerjakan oleh pemerintahan sebelumnya. Disebutkan Epyardi, masyarakat Kabupaten Solok hidup dengan segala kesusahan, dan mempertanyakan azas manfaat dari THKW tersebut. Epyardi menyatakan akan menyelidiki proyek THKW ini dengan Satgas Evaluasi dan Pengawasan Proyek, bahkan akan melibatkan kepolisian, kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI).

“Ini adalah uang rakyat dan harus jelas kegunaannya. Seperti THKW, apa urgensinya serta apa azas manfaatnya untuk rakyat. Dengan anggaran mencapai puluhan miliar rupiah, sementara rakyat Kabupaten Solok hidup dengan segala kesusahannya. THKW Arosuka adalah proyek yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2019 kenapa dibayarkan pada tahun 2021? Ini ada apa kalau tidak bermasalah. Kita akan selidiki, ada gak permainan disini. Kita akan minta pihak kepolisian, kejaksaan dan bahkan KPK untuk menyelesaikan masalah ini,” tegas Bupati. (*/rji)