Profil Provinsi Kalimantan Tengah

1.5 wisata | Buliran.com

KALIMANTAN TENGAH atau biasa disebut dengan akronim Kalteng adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan. Ibu kotanya adalah Kota Palangka Raya. Berdasarkan sensus tahun 2010, provinsi ini memiliki populasi 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721 perempuan. Data BPS Kalimantan Tengah tahun 2021 menunjukkan penduduk provinsi ini tahun 2020 bertambah menjadi 2.670.00 (Laki-laki 1.385.700 jiwa dan perempuan 1.284.300 jiwa).

Sejarah

Menurut legenda suku Dayak yang berasal dari Panaturan Tetek Tatum yang ditulis oleh Tjilik Riwut, orang pertama yang menempati bumi atau menginjakkan kakinya di Kalimantan adalah Raja Bunu.

Pada abad ke-14 Maharaja Supayaryanata, gubernur Majapahit memerintah di Kerajaan Negara Dipa (Amuntai) yang berpusat di Candi Agung dengan wilayah mandalanya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut Sakai, yaitu daerah batang sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung), Biaju Besar (Kahayan), Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang dengan kepala-kepala daerahnya masing-masing yang disebut Mantri Sakai (Kepala Distrik), sedangkan wilayah Kotawaringin pada masa itu merupakan kerajaan tersendiri.

1.4 susur | Buliran.com

Kerajaan Negara Dipa dilanjutkan oleh Kerajaan Negara Daha dengan raja pertamanya Miharaja Sari Babunangan Unro miharaja= maharaja. Raja tersebut telah mengantar salah seorang puteranya yang bernama Raden Sira Panji Kesuma alias Uria Gadung (Uria= Aria) untuk memegang kekuasaan wilayah Tanah Dusun [atau Barito Raya] yang berkedudukan di Jaar – Sanggarwasi.

Pada abad ke-16, Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah mandala Kesultanan Banjar, penerus Negara Daha yang telah memindahkan ibu kota ke hilir sungai Barito tepatnya di Banjarmasin, dengan wilayah mandalanya yang semakin meluas meliputi daerah-daerah dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Pada abad ke-16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristrikan Nyai Siti Biang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju.

Tentara Biaju kerapkali dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan aksi pemotongan kepala (ngayau) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama Panglima Sorang yang diberi gelar Nanang Sarang membantu Raja Maruhum menumpas pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok. Selain itu orang Biaju (sebutan Dayak pada zaman dulu) juga pernah membantu Pangeran Dipati Anom (ke-2) untuk merebut tahta dari Sultan Ri'ayatullah.

Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk binti Dipati Ngganding dan Nyai Tapu binti Mantri Kahayan.

Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting.

Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang, yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637.

1.2 kantor | Buliran.com

Menurut laporan Radermacher, pada tahun 1780 telah terdapat pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang bergelar Ratu Kota Ringin.

Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sultan Batu dari Banjarmasin menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC, sedangkan Kesultanan Banjar dengan wilayahnya yang tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura, Hulu Sungai sampai Distrik Pattai, Distrik Sihoeng dan Mengkatip menjadi daerah protektorat VOC, Belanda.

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda. Contract Met Sultan Van Bandjermasin 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Secara de facto wilayah pedalaman Kalimantan Tengah tunduk kepada Hindia Belanda semenjak Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah Hindia Belanda.

Sekitar tahun 1850, daerah Tanah Dusun (Barito Raya) terbagi dalam beberapa daerah pemerintahan yaitu: Kiaij Martipatie, Moeroeng Sikamat, Dermawijaija, Kiaij Dermapatie, Ihanjah dan Mankatip.

Sejak tahun 1845, Hindia Belanda membuat susunan pemerintahan untuk daerah zuid-ooster-afdeeling van Borneo [meliputi daerah sungai Kahayan, sungai Kapuas Murung, sungai Barito, sungai Negara serta Tanah Laut] selain Residen terdapat juga Rijksbestierder alias Kepala Pemerintahan Pangeran Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana. Di dalam hierarki pemerintahan tersebut terdapat nama kepala suku Dayak seperti Tumenggung Surapati dan Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara.

Baca Juga   Profil Provinsi Bali

Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, daerah-daerah di wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. Daerah-daerah di Kalteng tergolong sebagai negara independen dan distrik dalam Kesultanan Banjar.

1. kalteng | Buliran.com

Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni, belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan.

Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1615 Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah.

Daerah-daerah tersebut ialah: Sampit, Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas secara otonom menjalankan adat Dayak-Kaharingan, dipimpin langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari antara mereka yang menarik diri masuk ke pedalaman. Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, dekat Kapuas, Kota Bataguh pernah terjadi perang besar.

Perempuan Dayak bernama Nyai Undang memegang peranan dalam peperangan itu. Nyai Undang didampingi oleh para satria gagah perkasa, di antaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di kemudian hari nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam XI Tambun Bungai, Kalimantan Tengah.

Tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC, berakibat daerah Kalimantan Tengah, bahkan nyaris seluruh daerah, dikuasai VOC. Sekitar tahun 1835 misionaris Kristen mulai beraktivitas secara leluasa di selatan Kalimantan. Pada 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris. Pada tanggal 1 Mei 1859 pemerintah Hindia Belanda membuka pelabuhan di Sampit.

Tahun 1917, Pemerintah Penjajah mulai mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-petugas pemerintahannya, dengan pengawasan langsung oleh para penjajah sendiri. Sejak abad XIX, penjajah mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan dengan maksud untuk memperkuat kedudukan mereka.

Namun penduduk pribumi, tidak begitu saja mudah dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah mereka lakukan hingga abad XX. Perlawanan secara frontal, berakhir tahun 1905, setelah Sultan Mohamad Seman gugur sebagai kusuma bangsa di Sungai Menawing dan dimakamkan di Puruk Cahu.

1.1 kalteng | Buliran.com

Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu menguasai Kalimantan secara menyeluruh. Penduduk asli tetap bertahan dan mengadakan perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak Punan yaitu Oot Marikit dengan kaum penjajah. Pertempuran diakhiri dengan perdamaian di Sampit antara Oot Marikit dengan menantunya Pangenan atau Panganon dengan Pemerintah Belanda.

Orang-orang Portugis dari Makau sudah berdagang ketika VOC-Belanda tiba di Banjarmasin pada tahun 1679 dengan maksud mengamankan perdagangan itu dan mengusir pedagang negara Makao dari pasar itu. Ambisi para pedagang negara Portugis yang terlibat dalam pasar ini lebih besar daripada yang dibayangkan oleh VOC-Belanda.

Kompeni mengetahui bahwa karena perebutan kekuasaan internal, Sultan Dipati Anom (Raden Kasuma Lelana) ditantang oleh kedua keponakannya, dua putra Sultan Ratu Anom (Raden Kasuma Alam gelar Sultan Saidullah 1), yakni Suria Angsa dan Suria Negara, dan bantuan Portugis tersebut telah didaftar sebagai pemberontak melawan Sultan Dipati Anom (Raden Kasuma Lelana gelar Pangeran Suria Nata 2).

Portugis dari Macao memulai upaya pertama mereka untuk memonopoli produksi lada Banjarmasin. Kebijakan intervensi Portugis dan mendukung penggulingan Sultan Dipati Anom akhirnya berhasil dengan Suria Angsa menjadi Sultan dan Portugis memperoleh hak-hak komersial.

Hak-hak komersial ini tidak sama dengan monopoli tetapi cukup mengecewakan VOC-Belanda, yang sudah tidak senang dengan kerusuhan politik Banjarmasin yang tak berkesudahan, bahwa Perusahaan (Kompeni) berhenti berdagang di Banjarmasin pada tahun 1681; VOC-Belanda yakin bahwa dapat mengamankan stok lada tambahan dari peningkatan produksi lada di Palembang dan Banten. Pada masa kekuasaan Sultan Saidillah sekitar tahun 1685, Portugis mengirim seorang pastur bernama Ventigmilia.

Baca Juga   Profil Provinsi Nusa Tenggara Barat

Jenderal Macau seperti Andrea Coelo Viera, Aloysius Francesco Cottigno, maupun Kapten Kapal Emmanuelle Araugio Graces, sama-sama ingin menjadi sponsor perjalanan pastor Antonio Ventimiglia ke tanah Borneo. Penjelajahannya dimulai per tanggal 16 Januari 1688 dari Macau. Pada tanggal 2 Februari 1688, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dengan kapal Potugis (sekutu Sultan Suria Angsa dari Banjar), untuk mengembangkan agama Katolik di udik negeri Banjar di sepanjang sungai Barito dan akhirnya ia di udik pada tahun 1691.

Cay Deponattee (Kiai Dipanata), seorang pria dengan karakter kejujuran terbesar di antara mereka, mengatakan kepada Daniel Beeckman, bahwa beberapa tahun yang lalu datang ke bagian-bagian itu seorang pendeta Portugis, atau biarawan, yang dengan perilakunya yang sopan dan cara-caranya yang menawan telah memperoleh banyak manfaat bagi agama Kristen, tetapi tidak puas untuk berkhotbah di antara mereka, dia harus pergi ke pedesaan di antara orang-orang pedalaman yang biadab, yang disebut Byajos, yang oleh mereka dia dibunuh dengan kejam.

Menurut Hermogenes Ugang, pada abad ke 17, seorang misionaris Roma Katholik bernama Antonio Ventimiglia pernah datang ke Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih dan ketekunannya hilir- mengarungi sungai besar di Kalimantan dengan perahu yang telah dilengkapi altar untuk mengurbankan Misa, ia berhasil membaptiskan tiga ribu orang Ngaju menjadi Katholik.

Pekerjaan dia dipusatkan di daerah hulu Kapuas (Manusup) dan pengaruh pekerjaan dia terasa sampai ke daerah Bukit. Namun, atas perintah Sultan Banjarmasin, Pastor Antonius Ventimiglia kemudian dibunuh. Alasan pembunuhan adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju, sementara saat itu orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Sultan Surya Alam/Tahliluulah, karena orang Biaju (Ngaju) pendukung Gusti Ranuwijaya penguasa Tanah Dusun-saingannya Sultan Surya Alam/Tahlilullah dalam perdagangan lada.

1.3 gubernur | Buliran.com

Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju yang telah dibaptiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia kepada mereka. Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya. Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak bala yang hingga saat ini terkenal dengan sebutan lapak lampinak dalam bahasa Dayak atau cacak burung dalam bahasa Banjar.

Pada masa penjajahan, suku Dayak di daerah Kalimantan Tengah, sekalipun telah bersosialisasi dengan pendatang, namun tetap berada dalam lingkungannya sendiri. Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mengenyam pendidikan formal, mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, yang dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis, Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya. Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu, Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak.

Tahun 1928, kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan tersebut ialah Hausman Babu, Anton Samat, Loei Kamis. Kemudian dilanjutkan oleh Mahir Mahar, C. Luran, H. Nyangkal, Oto Ibrahim, Philips Sinar, E.S. Handuran, Amir Hasan, Christian Nyunting, Tjilik Riwut, dan masih banyak lainnya. Pakat Dayak meneruskan perjuangan, hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia.

Tahun 1945, Persatuan Dayak yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai cabang di seluruh Kalimantan, dipelopori oleh Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray, F.C. Palaunsuka, . Djaelani, T. Brahim, F.D. Leiden. Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian bergabung dengan PNI dan Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan diri menjadi IPKI. Di daerah Kalimantan Timur berdiri Persukai atau Persatuan Suku Kalimantan Indonesia di bawah pimpinan Kamuk Tupak, W. Bungai, Muchtar, R. Magat, dan masih banyak lainnya.

Tahun 1942, Kalimantan Tengah disebut Afdeeling Kapoeas-Barito yang terbagi 6 divisi.

Potensi Daerah :

Perikanan

Potensi perikanan di Kalimantan Tengah sangat besar, khususnya perikanan air tawar. Hal itu dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa di Kalimantan Tengah. Potensi laut Kalimantan Tengah 94.500 km2 dengan panjang garis pantai ± 750 km memiliki berbagai jenis pelagis, udang, rajungan, dan lainnya.

Pantai laut di selatan Kalimantan Tengah merangkai 7 (tujuh) kabupaten; yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Pulang Pisau, dengan panjang garis pantai ± 750 km.

Sedangkan perairan umum dengan luas ± 2.29 juta Ha dengan potensi sumberdaya ikannya yang cukup besar perlu pengelolaan dan pemanfaatan secara baik. Produksi perikanan tangkap tahun 2013 sebesar 101.891,8 ton meningkat sebesar 7,31 % dibandingkan produksi perikanan tangkap tahun 2012 sebesar 94.954,1 ton.

Baca Juga   Profil Provinsi Sulawesi Selatan

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Tangkap adalah sebanyak 21.770 RTP yang terdiri dari 5.340 RTP Perikanan Laut dan 16.430 RTP Perikanan Darat. Jumlah produksi perikanan budidaya pada tahun 2013 sebesar 53.519,43 ton mengalami peningkatan sebesar 20,70 % dari produksi tahun 2012 sebesar 42.441,28 ton dengan luas lahan budidaya seluas 6.960,8 Ha.

umlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Budidaya pada tahun 2013 sebanyak 20.312 RTP. Pengembangan usaha pengolahan perikanan skala kecil dilakukan melalui peningkatan sarana dan prasarana pengolahan kepada Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR).

Pada tahun 2013, jumlah produksi olahan hasil perikanan sebesar 6.149,9 ton meningkat sebesar 0,73 % dari total produksi tahun 2012 sebesar 6.104,8 ton. Tingkat Konsumsi Ikan di Kalimantan Tengah cukup tinggi yaitu 46,03 kg/kapita/tahun, lebih besar daripada Tingkat Konsumsi Ikan Nasional sebesar 35,62 kg/kapita/tahun. Jumlah Unit Pengolahan di Kalimantan Tengah sebanyak 2.837 UPI sedangkan Unit Pemasaran sebanyak 7.994 UPI.

Pertambangan

Sebagian besar penduduk di wilayah Katingan, Khususnya Kecamatan Katingan Tengah bermata pencaharian sebagai petani dan penambang. Hasil tambang utama yang diperoleh adalah dan puya (pasir zirkon) yang berwarna merah. Masyarakat dalam melakukan penambangan masih bersifat tradisional sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal.

Gubernur Kalteng dari Masa ke Masa :

  • R.T.A. Milono (1 Januari 1957 – 30 Juni 1958)
  • Tjilik Riwut (30 Juni 1958 – 17 Februari 1967)
  • Reinout Sylvanus (17 Februari 1967 – 3 Oktober 1978)
  • Willy Ananias Gara (3 Oktober 1978 – 7 Oktober 1983)
  • Eddy Sabara (7 Oktober 1983 – 23 Januari 1984)
  • Gatot Amrih (23 Januari 1984 – 21 Januari 1989)
  • Suparmanto (21 Januari 1989 – 23 Januari 1994)
  • Warsito Rasman (17 Juli 1994 – Juli 1999)
  • Rappiudin Hamarung (Penjabat) (Juli 1999 – 8 Maret 2000)
  • Asmawi Agani (8 Maret 2000 – 23 Maret 2005)
  • Sodjuangan Situmorang (Penjabat) (23 Maret 2005 – 4 Agustus 2005)
  • Agustin Teras Narang (4 Agustus 2005 – 3 Agustus 2010) dan 4 Agustus 2010 – 4 Agustus 2015)
  • Hadi (Penjabat) (5 Agustus 2015 – 25 Mei 2016)
  • Sugianto Sabran (25 Mei 2016 – 25 Mei 2021) dan (25 Mei 2021 – sekarang)

Daerah Tingkat II di Kalteng :

  • Kabupaten Barito Selatan, Pusat Pemerintahan di Buntok, Luas Wilayah 8.830 KM2, Jumlah Penduduk : 123.396 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 6, Jumlah Kelurahan : 7/86
  • Kabupaten Barito Timur, Pusat Pemerintahan di Tamiang Layang, Luas Wilayah 3.834 KM2, Jumlah Penduduk : 109.949 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 10, Jumlah Kelurahan/Desa : 3/100
  • Kabupaten Barito Utara, Pusat Pemerintahan di Muara Teweh, Luas Wilayah 8.300 KM2, Jumlah Penduduk : 152.308 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 9, Jumlah Kelurahan/Desa : 10/93
  • Kabupaten Gunung Mas, Pusat Pemerintahan di Kuala Kurun, Luas Wilayah 10.805 KM2, Jumlah Penduduk : 137.662 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 12, Jumlah Kelurahan/Desa : 13/114
  • Kabupaten Kapuas, Pusat Pemerintahan di Kuala Kapuas, Luas Wilayah 14.999,00 KM2, Jumlah Penduduk : 409.862 KM2, Jumlah Kecamatan : 17, Jumlah Kelurahan/Desa : 17/214
  • Kabupaten Katingan, Pusat Pemerintahan di Kasongan, Luas Wilayah 17.500 KM2, Jumlah Penduduk : 147.939 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 13, Jumlah Kelurahan/Desa : 7/154
  • Kabupaten Kotawaringin Barat, Pusat Pemerintahan di Pangkalan Bun, Luas Wilayah 10.759,00 KM2, Jumlah Penduduk : 244.292 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 6, Jumlah Kelurahan/Desa : 13/81
  • Kabupaten Kotawaringin Timur, Pusat Pemerintahan di Sampit, Luas Wilayah 16.796,00 KM2, Jumlah Penduduk : 408.029, Jumlah Kecamatan : 17, Jumlah Kelurahan/Desa : 17/168
  • Kabupaten Lamandau, Pusat Pemerintahan di Nanga Bulik, Luas Wilayah 6.414 KM2, Jumlah Penduduk : 77.251, Jumlah Kecamatan : 8, Jumlah Kelurahan/Desa : 3/85
  • Kabupaten Murung Raya, Pusat Pemerintahan di Puruk Cahu, Luas Wilayah 23.700, Jumlah Penduduk : 105.454 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 10, Jumlah Kelurahan/Desa : 9/116
  • Kabupaten Pulang Pisau, Pusat Pemerintahan di Pulang Pisau, Luas Wilayah 8.997 KM2, Jumlah Penduduk : 126.381 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 8, Jumlah Kelurahan/Desa : 4/95
  • Kabupaten Sukamara, Pusat Pemerintahan di Sukamara, Luas Wilayah 3.827 KM2, Jumlah Penduduk : 58.143 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 5, Jumlah Kelurahan/Desa : 3/29
  • Kabupaten Seruyan, Pusat Pemerintahan di Kuala Pembuang, Luas Wilayah 16.404 KM2, Jumlah Penduduk : 143.414 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 10, Jumlah Kelurahan/Desa : 3/97
  • Kota Palangka Raya, Pusat Pemerintahan di Palangka Raya, Luas Wilayah 2.399,50 KM2, Jumlah Penduduk : 258.550 Jiwa, Jumlah Kecamatan : 5, Jumlah Kelurahan : 30